DETEKTIFNEWS.com: Beduar Sitinjak
SURABAYA-Sidang dalam kasus pencurian batu dengan berkedok Normalisasi tahun 2016 dengang terdakwa Ir. Didik Pancaning Argo manta kepala dinas pengairan kabupaten Mojokerto kembali di gelar menghadirkan Saksi mantan Kabag hukum di ruang Candra pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (10/9/2020).
Kasus dugaan korupsi ini dalam persidangan sebelumnya telah dibacakan dengan perkara No. Reg. Perkara: PDS-01/M.5.23/Ft. 1/0i/2020. Oleh Rahmad Hidayat , SH, MH Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Mojokerto menyatakan, terdakwa Ir.Didik Pancaning Argo Msi dijerat Pasal penyalahgunaan Wewenang, Yaitu melakukan, Menyuruh melakukan atau turut serta melakukan pebuatan melawan hukum yaitu melaksanakan kegiatan Restorasi/ Normalisasi daerah irigasi Kabupaten Mojokerto sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 2 Undang-Undang R.I. Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah di ubah dengan Undang-Undang R.I Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang R.I No.31 Tahun 1999 tentang pembrantasan tindak pidana Korupsi Jo.Pasal 55 ayat 1 Kitab undang-undang Hukum pidana.
Bahwa terdakwa Melakukan pebuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian negara atau perekonomian Negara sebesar Rp.1.030.135.995, sebagaimana tercantum dalam laporan hasil audit BPKP Nomor: SR-814/PW13/5/2019 tanggal 30 oktober 2012.
Dalam rangka penghitungan kerugian Negara atas Dugaan tidak pidana korupsi penerimaan Negara/Daerah dari hasil galian material berupa batu di sungai Landain dan Sungai Jurang Cetot Kecamatan Jatirejo dan Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto tahun 2016 dan 2017.
Yang mana pada tahun 2016 bulan september Didik Pancaning Argo Memanggil pengusaha yang bernama Faizal Arif orang yang di kenalkan oleh Bupati Mojokerto ke Didik Pancaning Argo untuk menawarkan Kegiatan Normalisasi/restorasi Sungai Jurang cetot Kabupaten Mojokerto.
Dan selanjutnya pada Tanggal 3 oktober 2016 Ir.Didik Pancaning Argo selaku Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto melakukan Perjanjian Kerjasama dengan Faizal Arif untuk melakukan kegiatan Restorasi/Normalisasi Daerah irigasi di Kabupaten Mojokerto dengan Nomor : 610/2572/416-108/2016 dengan jangka waktu sampai 31 Desember 2017.
Dalam perkara tersebut, Pada sidang lanjutan di Pengadilan tipikor Juanda, dihadapan Majelis Hakim Tipikor yang di ketuai Hakim H. Dede Suryaman, SH, MH. Aneh dalam kesaksian kedua mantan Kabag hukum Kabupaten Mojokerto ini, giliran Agus Indrawono, SH Tim Penasehat hukum terdakwa bahwa sejauh mana pengetahuannya tentang normalisasi sebagai obyek kasus tersebut, “kami tidak terlalu jauh tau dan ikut campur mengenai proyek normalisasi itu”, jawab saksi Tatang.
“sedangkan penyuluhan hukum maupun sosalisasi dalam pekerjaan proyek normalisasi kami tidak pernah, jika tidak di perintah atasan”, elak kedua saksi menjawab Pengacara terdakwa dihadapan Hakim juga JPU.
Tambah saksi Nugraha, kami tidak pernah memeriksa proyek kalau tidak di perintah atasan. Adapun pembangunan proyek hanya sebatas kordinasi dengan pelaksana.
Usai dimintai kedua keterangan saksi, Hakim Ketua Dede menanyakan terdakwa Ir. Didik mantan Kadis Pengairan Mojokerto secara teleconference. Apa benar keterangan kedua saksi ? “ benar yang mulia”, ujar terdakwa.
Kalau begitu, “sidang ditutup dan dilanjutkan pada tanggal 17 September 2020”, tegas Hakim ketua.
Usai Persidangan, Agus Indarwono, SH kuasa hukum terdakwa ketika di konfirmasi media soal saksi yang selalu tidak tau mengatakan, sebenarnya dia adalah sebagai Kabag Hukum di Kabupaten Mojokerta seharusnya mengetahui atau tidak membiarkan.
“Dengan adanya mormalisasi ini kan, seharusnya ia akan memberi nasehat atau aturan hukum yang berlaku. Sehingga tau yang mana dilakukan dalam normalisasi itu, dan jangan hanya seperti dalam persidangan tadi jika ada perintah baru dilaksanakan”, saran Agus.
Kata Agus, Sebaiknya dia sebagai bidang hukum sesuai tupoksinya harus memberitahu dan proaktif maupun itu merupakan sosoalisasi agar tidak terjadi maupun mana yang benar untuk dilakukan dengan aliran dana itu.
“Seharunya dia mengetahui dan bukan untuk membiarkan atau memberikan nasehat agar tidak terjadi demikian bermasalah”, ingatnya.