Tim aAdvokasi Ajukan Gugatan Pra Peradilan, Warga Waduk Sepat Temukan Kejanggalan Penghentian Penyidikan Oleh POLDA Jatim

SURABAYA, {DETEKIFNews.com}-Tim Advokasi Waduk Sepat Surabaya mendatangi Pengadilan Negeri Surabaya Rabu (28/2), untuk mengajukan gugatan pra peradilan terhadap Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur yang sebelumnya telah melakukan penghentian penyidikan atas pelaporan perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat otentik, yakni memalsukan keterangan data fisik Waduk Sepat dalam Sertifikat No 4057 / Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya, Surat Ukur tanggal 21-12-2010 Nomor 641/Lidah Kulon/2010, Luas 59.857 M2 (lima puluh sembilan ribu delapan ratus lima puluh tujuh meter persegi) atas nama PT. Ciputra Surya, Tbk., yang tertulis atau diterangkan sebagai “tanah pekarangan”, padahal dalam kenyataannya Waduk Sepat sejak dari dulu hingga saat ini masih berupa waduk.

Tindakan Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: SPPP/520.A/V/2017/Ditreskrimum, tanggal 29 Mei 2017 dan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor : S/Tap/71/V/2017/Ditreskrimum, tanggal 29 Mei 2017 yang menyatakan penghentian penyidikan atas pelaporan warga Pedukuhan Sepat, Kelurahan Lidah Kulon, Kec. Lakarsantri, Surabaya karena dianggap tidak terdapat unsur tindak pidana dalam perkara ini dianggap tidak tepat karena sebelumnya pihak kepolisian telah melakukan gelar perkara dan telah menaikkan status perkara yang dilaporkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Penaikan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan ini mengindikasikan bahwa pihak kepolisian telah menemukan unsur pelanggaran dan tindak pidana pemalsuan surat/memalsukan surat dan menggunakan sebagaimana dimaksud Pasal 263 KUHP yang disangkakan, jelasnya.

Karena, jika merujuk pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, kegiatan penyelidikan merupakan bagian atau salah satu cara dalam melakukan penyidikan untuk menentukan suatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana atau bukan, yang didalamnya termasuk melakukan gelar perkara yang pada tahap awal penyidikan juga bertujuan untuk menentukan status perkara pidana atau bukan. Jadi, jika pihak kepolisian telah melaksanakan proses penyelidikan, yang didalamnya termasuk juga gelar perkara dan kemudian menaikkan status perkara ke tingkat penyidikan, maka hal ini mengindikasikan bahwa pihak kepolisian telah memastikan terjadinya tindak pidana pada perkara yang dilaporkan dan dengan keyakinan itu menaikkan status perkara ke tahap penyidikan. Sehingga, tindakan Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur menghentikan perkara pada tingkat penyidikan dengan alasan tidak ditemukan unsur tindak pidana adalah sesuatu yang janggal.

Untuk diketahui, kasus Waduk Sakti Sepat berawal dari Surat Keputusan Walikota Surabaya No. 188.45/366/436.1.2/2008 yang melepaskan tanah tersebut kepada PT Ciputra Surya, Tbk sebagai bagian dari obyek tukar guling antara Pemerintah Kota Surabaya dan PT Ciputra Surya, Tbk berdasarkan Perjanjian Bersama Nomor 593/2423/436.3.2/2009 dan Nomor 031/SY/sm/LAND-CPS/VI-09, tertanggal 4 Juni 2009. Tukar guling ini sendiri merupakan bagian dari pembangunan Surabaya Sport Centre (SSC) di Pakal. Dalam sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dikeluarkan pasca tukar guling tersebut, wilayah Waduk Sepat dinyatakan sebagai “tanah pekarangan”, padahal hingga kini, kawasan tersebut masih berfungsi sebagai waduk.

Protes warga terhadap alih fungsi Waduk Sepat, beberapa kali harus berakhir dengan bentrokan yang mengakibatkan korban luka pada pihak warga. Pada 4 Juli 2011, warga yang melakukan penolakan terhadap pemagaran wilayah Waduk Sepat harus menghadapi ancaman kriminalisasi, meskipun kemudian dihentikan setelah ada mediasi dari Komnas HAM. Pada tanggal 14 April 2015, pengosongan paksa dan pemagaran yang dilakukan oleh pihak pengembang dibantu kepolisian terhadap lahan tersebut mengakibatkan beberapa warga mengalami luka dan terdapat barang-barang warga yang dirusak selama proses tersebut. Akibat pemagaran yang dilakukan, aset warga seperti musholla yang terletak didalam kawasan tersebut juga menjadi tidak bisa lagi diakses.

Wilayah Waduk Sepat pada mulanya adalah Tanah Kas Desa (TKD) atau bondho deso yang merupakan hak kolektif masyarakat Dukuh Sepat. Wilayah tersebut berupa Waduk seluas sekitar 66.750 m2 terletak di wilayah RW 03 dan RW 05 Dukuh Sepat, Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya. Secara turun temurun masyarakat di Dukuh Sepat telah membentuk ikatan tradisi dengan wilayah tersebut, hal ini nampak misalnya pada ritual bersih desa di tempat tersebut yang dilakukan di wilayah Waduk Sepat. Pengambilalihan Waduk Sepat karenanya telah melanggar hak tradisional masyarakat, karena wilayah tersebut telah menjadi pengikat solidaritas kehidupan kolektif mereka.

Waduk Sepat bukan satu-satunya waduk atau embung yang hilang di kawasan Kecamatan Lakarsantri dan sekitarnya, sebelumnya sebuah waduk yang dikenal masyarakat sebagai Waduk Jeruk juga sudah menghilang berubah menjadi kawasan pemukiman elit. Padahal, waduk-waduk tersebut mempunyai beragam fungsi dalam mayarakat. Secara ekologis, waduk menjadi habitat alami bagi berbagai jenis ikan dan burung lokal maupun migrasi. Secara ekonomi, keberadaan waduk yang juga difungsikan sebagai area pemancingan dan pertanian juga turut mendongkrak ekonomi warga disekitarnya. Secara sosial, sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, waduk telah menjadi pengikat kultural dalam masyarakat. Menghilangkan waduk-waduk tersebut pada dasarnya adalah menghilangkan kehidupan masyarakat itu sendiri.

Keberadaan waduk sebagai bagian dari sistem pengairan yang selama ini digunakan juga turut membantu mengatasi banjir dan kekeringan bagi pertanian di sekitarnya. Seperti kita ketahui, kawasan Surabaya Barat adalah wilayah yang rentan menghadapi bencana ekologis seperti banjir. Hampir di setiap musim penghujan, wilayah ini adalah langganan banjir dengan intensitas tinggi. Melepas wilayah-wilayah resapan air seperti waduk dan embung di Kawasan Surabaya Barat dan menyulapnya menjadi pemukiman elit merupakan kegagalan penataan kawasan yang menyumbang dampak terbesar peningkatan resiko bencana ekologis seperti banjir dikawasan ini.

Komitmen penegakan hukum baik dari pihak Kepolisian maupun pengadilan akan diuji melalui gugatan pra peradilan ini. Karena kebutuhan memastikan dugaan tindak pidana pemalsuan surat otentik, yakni memalsukan keterangan data fisik Waduk Sepat dalam Sertifikat No 4057 / Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya ini ditujukan sebagai bagian dari upaya pemantauan praktek pengelolaan wilayah yang ada dan menjadi bagian dari usaha besar penurunan resiko bencana ekologis dan penyelamatan ruang hidup rakyat. {B. SITINJAK}