SURABAYA, {DETEKTIFNEWS.com}-Ketua Majelis Hakim dan Hakim anggota yang menangani gugatan wanprestasi dalam perkara Nomor : 10/Pdt.G/2019/PN.Gresik tanggal 18 Februari 2019. Dalam perkara ini oknum Hakim tersebut, diduga terindikasi berat sebelah, sehingga dilaporkan pada Kepala Badan Pengawan (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dan Ketua Komisi Yudisial (KY) RI, dengan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Adapun oknum Majelis hakim yang dilaporkan itu adalah, Lia Herawati SH MH (hakim ketua), Herdiyanto Sutantyo SH MH (hakim anggota I) dan I Gusti Ngura Taruna SH MH (hakim anggota 2).
Penggugat Rohman Hakim SH S,Sos, MM didampingi kuasa hukumnya, Imam Sjafi’i, SH menyatakan, diduga hakim terkesan berat sebelah dan sangat kental terlihat di setiap kali persdiangan.
Atas dasar itulah, terpaksa melaporkan majelis hakim ke Bawas MA dan KY yang suratnya sudah diterima lembaga peradilan tersebut, ujarnya pada media ini.
Adanya dugaan-dugaan tersebut, kiranya majelis hakim tidak gegabah memutuskan fakta fakta di lapangan.
“Kami berharap pada putusan hakim pada 10 September 2019 nanti, ada rasa keadilan dan azas kemanfaatan. Kami berharap majelis hakim tidak terpengaruh adanya intervensi dan sesuai on the track,” kata Rohman.
Rohman Hakim mengharapkan, majelis hakim bisa menjadi hakim yang fair dan terbuka. “Jangan sampai adanya upaya berat sebelah dan kami melihat adanya keberpihakan,” cetusnya.
Hal senada diungkapkan Imam Sjafi’i, SH , yang menginginkan persidangan berjalan obyektif sebagaimana peraturan hukum yang ada. “Pelaksanaan sidang harus obyektif dan mencerminkan rasa keadilan. Sesuai dalam perjanjian yang tertuang dalam kesepakatan itu dipenuhi,” ucapnya.
Dalam laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim ini, disebutkan ketika sidang gugatan wanprestasi dengan agenda pemeriksaan saksi dari penggugat, Komisi Yudisial (KY) sedang melaksanakan sidak di PN Gresik.
Saat itu, KY mendokumentasikan melalui rekaman video jalannya persidangan tersebut , namun saat itu terlapor bertindak pasif.
Pada sidang selanjutnya, dengan agenda pemerikaan saksi dari tergugat pada hari Selasa, 23 Juli 2019 terlapor memaksa saksi fakta agar tetap berkenan diperiksa atau memberikan keterangan dalam persidangan.
“Sementara, kami sebagai kuasa hukum penggugat keberatan saksi diperiksa oleh karena saksi yang menjabat sebagai notaris & PPAT tidak mendapat surat tugas dalam memberikan kesaksian,” ucap Imam Sjafi’i, SH.
Saat ditanya terlapor kepada saksi yang dihadirkan oleh tergugat dengan tegas saksi menyatakan, mundur untuk memberikan keterangan dalam persidangan. Namun, terlapor tetap ngotot memeriksa saksi.
Saat persidangan, terjadi perdebatan antara kuasa hukum penggugat dengan kuasa hukum tergugat mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dengan menghina profesi advokat.
Namun, bukan memberikan peringatan atau melerai perdebatan, tetapi malah tergugat menyatakan sidang diskors untuk membiarkan perdebatan berlanjut, kemudian tergugat meninggalkan persidangan.
“Kami berpendapat terlapor yang memeriksa perkara gugatan wanprestasi ini, dengan memaksa dan tetap memeriksa saksi yang dihadirkan tergugat untuk memebrikan kesaksian adalah bukti terlapor berpihak kepada kuasa hukum tergugat,” cetus Rohman
Hakim SH S,Sos, MM didampingi kuasa hukumnya, Imam Sjafi’i, SH.
Atas perilaku terlapor tersebut, sangat bertentangan dengan pasal 1 ayat 7 Keputusan Bersama Ketua MA RI dan Ketua KY Ri Nomor 047/KMA/SKB/IV/2019 yang menyebutkan hakim dilarang bersikap, mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain yang dapat menimbulkan kesan memihak.
Rohman berharap, kekurangan jasa sukses fee advokat sebesar Rp. 1.400.000.000,00 (satu milyar empat ratus juta rupiah) dibayar secara Tunai dan sekaligus Lunas. {JAcK}