SURABAYA-Pekan depan mulai Senin, (7/10/2024 hingga 11/10/2024), dalam waktu 5 Hari kerja Hakim se-indonesia dikabarkan melakukan gerakan mogok kerja, Akankah berdampak bagi sidang Pencari Keadilan tertunda,? khususnya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya nantinya.
Informasi ini pun telah tersiar dan membuat beberapa pihak tampak terkaget serta berspekulasi dalam hal menanggapi, Kendati dalam waktu yang telah ditentukan itu informasi alasan normalnya dikatakan “Cuti Bersama”.
Kabar yang diterima wartawan jika alasan gerakan nanti, Itu menyangkut tentang kesejahteraan para hakim yang belum diprioritaskan oleh pemerintah selama ini.
Diketahui bersama bahwa para hakim seluruhnya adalah penegak hukum dan keadilan di negara ini. Sebagaimana untutan soal gaji maupun tunjangan jabatan hakim telah tertuang di Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim dibawah Mahkamah Agung.
Ditambahkan, Jika pemerintah pun dianggap tak mampu menjamin kesejahteraan para hakim, Sehingga apabila gerakan itu terjadi nantinya bakal berdampak terkait integritas lembaga peradilan di saat sedang menangani sebuah perkara.
Putusan Nomor 23 P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim.
Terkait rencana tersebut, Media mencoba konfirmasi ke beberapa hakim, sayangnya hingga berita ini ditulis, Hanya salah satu hakim yang baru membalas pesan konfirmasi dari media ini.
“Jangan mas,” jawabnya, Rabu (2/10/2024).
Sementara, Tanggapan dari pencari keadilan melalui advokat Yafeti Waruwu,SH,MH, Dia memberikan sarannya sebagai berikut.
“Dalam hal untuk mengeluarkan aspirasi didalam menuntut sesuatu apapun yang menjadi hak sah-sah hanya saja oleh rekan-rekan di Pengadilan jangan mengorbankan rakyat yang mencari keadilan untuk pelaksanaan gugatan mereka dipengadilan atau hal-hal apapun yang berkaitan dengan upaya hukum jangan sampai terhambat oleh mogoknya hakim tersebut,” pesan pengacara yang sedang menimbah ilmu hukum dalam pencapian gelar doktor disalah satu kampus di surabaya.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyayangkan sikap para hakim yang menuntut kenaikan gaji untuk kesejahteraan dengan cara mogok kerja.
Menurut Fickar, para hakim telah menurunkan kehormatannya sebagai penyandang status ‘Yang Mulia’. Cara tak elegan tersebut telah menurunkan level seorang pengadil layaknya buruh yang gemar melakukan aksi.
“Dengan mogok kerja para hakim sudah menurunkan derajat profesionalnya menjadi orang biasa (buruh) karena itu sangat disayangkan jika senjata buruh ini dilajukan,” kata Fickar kepada media Rabu (2/10/2024).
Ia menyarankan para hakim untuk memperjuangkan tuntutan dengan cara lebih elegan, melalui forum resmi dan terhoramt.
“Pemikiran, kebiasaan dan pekerjaannya sehari-hari, seharusnya PR hakim bisa menyuuin argumen yang baik dan menohok tentang apa yang diperjuangkan, dan tidak menurunkan derajat profesionalnya,” saran Fickar.
Semestinya, para hakim fokus meningkatkan kualitas kinerja dalam memutuskan sebuah perkara sebelum menuntut kenaikan gaji. Apalagi publik begitu gerah dengan fenomena diskon hukuman untuk para koruptor.
“Seharusnya dimaksimalkan pekerjaannya, bukan seharusnya para hakim menjadi inovator dan pembaharuan baik dapam penegakan hukum maupun penemuan hukum-hukum baru yang inovatif,” pesan Fickar. {Tim}