Obat Untuk Bisa Tidur. Pledoi Budi Sampurna, SH: Tak Ada Bukti Terdakwa Anggara Mengedarkan Obat Keras

SURABAYA-Agenda sidang Perkara kesehatan No. 1541/pid.susl/2023/PN Sby Pembacaan nota pledoi bagi terdakwa Anggara Wahyu Lukman Hakim (AWLH) yang dilakukan advokat senior Budi Sampurno, SH didampingi Edo Prasetyo Tantiono,SH sempat membuat Jaksa penuntut umum Dila, SH (Kejari Tanjung Perak, Surabaya) merasa tak nyaman. Pasalnya, pledoi tersebut sebagian menyorot lemahnya kinerja Kejaksaan setempat.

Mendengar pembacaan pledoi itu, jaksa Dila terlihat tidak tenang di kursi penuntut dalam persidangan di ruang Tirta 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa sore (19/9/2023) dan acapkali geleng-gelengkan kepalanya.

Jaksa mendakwa terdakwa “AWLH” dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan obat keras sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin berusaha sebagaimana dimaksud Pasal 106 ayat 1 dan 2 dengan melanggar Pasal 197 UU RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 60 angka 10 UU RI No.11 Tahun 2020 terkait Cipta Kerja, sehingga terdakwa dituntutnya pidana penjara selama 4,5 tahun.

Padahal dalam fakta persidangan, tegas Budi Sampurno dan Edo Prasetyo Tantiono tidak terbukti terdakwa memproduksi atau mengedarkan obat keras sediaan farmasi. “Mungkin jika perkara ini ditangani oleh Kejaksaan Negeri Surabaya ditelaah dan dianalisa sesuai dengan fakta-fakta, sehingga tidak mungkin memberikan tuntutan pidana setinggi itu terlebih hanya perkara obat keras”, ucap Budi Sampurno berkantor di Jl.Raya Jemursari No.236/Kav.12 Surabaya dangan suara keras.

Mengutip keterangan saksi Agus Suprayitno, SH selaku penyidik dari Polres Tanjung Perak menegaskan, terdakwa “AWLH” adalah sebagai pemakai obat keras tanpa resep dokter dan tidak ada bukti terdakwa mengedarkan obat keras tersebut kepada orang lain.

“Keterangan tersebut sinkron dengan keterangan terdakwa yang mengatakan menggunakan obat keras untuk bisa tidur karena dia mengalami susah tidur”, ucap Budi Sampurno menegaskan.

Berdasarkan fakta hukum dan fakta persidangan, tandas Budi Sampurno, perbuatan terdakwa hanyalah membeli obat keras tanpa resep dan digunakan untuk diri sendiri.

“Di Republik Indonesia belum ada aturan baik perundang-undangan maupun aturan di bawahnya yang mengatur tentang pembelian obat keras tanpa resep dan digunakan untuk diri sendiri merupakan perbuatan pidana”, papar Budi Sampurno.

Diungkapkan Budi Sampurno, karena tidak ada aturan yang mengatur, maka berlakulah azas dalam hukum pidana yaitu tak ada delik, tak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam Pasal 1 KUHPidana yang berbunyi, “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan yang telah ada”.

Berpijak pada penjelasan hukum yang benar tersebut, tandas Budi Sampurno, maka perbuatan terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman dan haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, sehingga kedua kuasa hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim agar terdakwa dinyatakan *bebas demi hukum*, merehabilitasi nama baik terdakwa, mengembalikan harkat dan martabat terdakwa dan biaya perkara dibebankan kepada negara. {Tim}