MA Memberhentikan Sementara Hakim dan Panitera PN Surabaya Terkena OTT KPK

Plt Kepala Bawas Mahkamah Agung, Dwiarso Budi Santiarto menunjukkan Surat pemberhentian Hakim dan Panitera yang sudah di tanda tangani MA, dalam konferensi pers, Kamis (20/1/22).

SURABAYA-Mahkamah Agung (MA) resmi memberhentikan sementara Itong Isnaeni Hidayat (IHH) Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, dan Panitera Pengadilan Negeri Surabaya Hamdan (HD).

Keduanya dihentikan usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

“Oleh karena oknum hakim dan panitera yang menjadi objek tangkap tangan ini telah ditetapkan KPK sebagai tersangka, dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah. Maka yang bersangkutan telah diberhentikan sementara,” tegas Plt Kepala Bawas Mahkamah Agung, Dwiarso Budi Santiarto dalam konferensi pers, Kamis (20/1/22).

Dwiarso Plt Baswas MA mengatakan, pemberhentian tersebut langsung dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung, serta Surat Keputusan tersebut telah ditandatangani.
“Memberhentikan sementara oleh yang Mulia bapak Ketua Mahkamah Agung oleh hakim dan panitera pengganti. Jadi sudah ditandatangani SK-nya,” sebutnya.

Surat keputusan yang ditandatangani MA tersebut, ditunjukan dihadapan media saat konferensi pers.

Sementara, Hakim dan Panitera yang ditangkap OTT KPK ini, dibawah kepemimpinan Ketua PN Surabaya Dr. Joni, dibenarkan Martin Ginting, SH, M. Hum. “Jika OTT KPK tadi yang jelas aparatur kita itu, hakim dan panitera pengganti. Selama ini kinerjanya normal dan tidak ada yang sifatnya mencurigakan atau pun melakukan hal2 yang negatif”, jelasnya.

Arahan pimpinan MA berdasarkan Perma No 7 dan 8 dan juga Maklumat MA yang dikeluarkan pada 2017 setiap saat dilakukan pembinaan secara berjenjang oleh pimpinan, Ketua MA, Ketua PT, dan Ketua PN atau jajaran di bawah MA. Terang Martin.

“Terus menerus Ketua PN juga memberikan bimbingan. Bahkan di awal tahun ini pimpinan kita memerintahkan untuk menandatangani pakta integritas, untuk mengingatkan semua aparatur pengadilan supaya jangan berbuat yang mencederai pekerjaan kita sendiri selaku penegak hukum”, anjurnya.

Martin Menjelaskan, Kejadiannya Rabu 19/1 kira-kira kita dengar demikian, masih penyegelan kamis 20/1 dan belum ada penggeledahan.

Disinnggung masalah perkara, “Tentunya kalau perkara yang ditangani oleh yang bersangkutan akan segera dialihkan ke hakim yang lain. Kalau majelis yang lain tentunya tetap melakukan pelayanan sebagaimana biasa, dan tidak akan terhambat.

Kata Martin, kalau Masalah pendampingan, bagaimana nantinya, pembelaan dan sebagainya, karena itu bukan berkaitan dengan perbuatan positif, biasanya MA tidak akan melakukan perlindungan terhadap orang-orang yang keluar dari aturan. Semetara Kita belum tahu apa casenya, apa masalahnya, dan apa barang bukti kita belum bisa memberikan penjelasan karena itu jadi ranah kewenangan KPK.

“Setahu kita yang diamankan dua orang. Oknum hakim dan oknum panitera pengganti”. Aku Martin kepada media.

Perlu diketahui, selain Hakim dan Panitera Yang terkena OTT KPK juga menangkap 3 oran dari swasta yang diduga melakukan penyuapan yaitu, Hendro Kasiono, pengacara dari kuasa PT Soyu Giri Primedika (SGP); Achmad Prihantoyo, Direktur PT SGP; serta Dewi, sekretaris Hendro Kasiono.

Komisioner KPK Nawawi Pomolango mengungkapkan, terkait perkara membubarkan PT. SPG memiliki aset 50 miliar okeh demikian, Hendro dengan PT SGP diduga menyiapkan dana senilai Rp 1,3 miliar untuk mengurus perkara ini dari pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung (MA).

Nawawi menyebut, bahwa Itong menyepakati tawaran itu dan meminta sejumlah uang.

“Lalu uang diserahkan oleh tersangka HK (Hendro Kasiono) pada tersangka HD (Hamdan) sejumlah Rp 140 juta yang diperuntukkan bagi tersangka IIH (Itong Isnaini Hidayat),” sebutnya.

Atas perbuatannya, tersangka IIH dan HD disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sedangkan HK sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. {Tim}