SURABAYA-Dalam sidang perkara jual-beli darah konvalesen, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hadirkan tiga orang saksi untuk membeberkan kronologi terjadinya perkara yang menjerat Yogi Agung Prima Wardana dan dua rekannya. Atas perbuatannya, ketiga oknum pegawai PMI itu didakwa Pasal 195 Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saksi itu adalah, Rina Indah (pembeli), Susanto Hari Asmoro (pendonor) dan Rico Angga (pendonor).
Ketiga orang saksi tersebut, memberikan keterangannya secara bergiliran di hadapan majelis Hakim yang di ketuai Martin Ginting, SH, MH dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki dan Bunari.
Kasus ini oleh terdakwa bersama kedua orang koleganya Bernadya Anisah Krismaningtyas dan Mohammad Yunus Efendi (keduanya dalam berkas terpisah) didampingi penasihat hukumnya, Ucok Jimmy Lamhot Panjaitan.
Dalam kesaksia Rina Indah, mengaku tak mengenal terdakwa Yogi. Saat itu, Rina membutuhkan donor plasma konvalesen untuk kakaknya yang sedang kritis di RS Paru Surabaya. Rina lalu diberi tahu oleh seseorang untuk menghubungi Ana Mardiana yang tak lain adalah istri Yogi.
Atas pemberitahuan itu, saya menghubungi Ana Mardiana. yang nomornya dikasih tahu teman Bu Ana. Saya hubungi lewat chatting kalau saya butuh donor darah, ujar Rina didepan Majelis Hakim, Senin (15/11/21).
Akhirnya kami mendapat plasma konvalesen untuk golongan O itu usai menghubungi Ana. Tetapi saat itu saya dimintai uang sebesar Rp 5,5 juga jika ingin cepat. “Lalu saya bayar, katanya Rp 3 juta untuk pendonor dan Rp 2 juta untuk PMI,” urai Rina.
Rina lalu membayar uang itu ke rekening atas nama M. Fauzi. Setelah ditransfer, lalu Rina diminta untuk mengambil darahnya melalui rumah sakit. Kesaksian Rina itu rupanya membuat terkejut Susanto Hari Asmoro, pendonor darah PMI.
Dalam kesaksiannya, Susanto mengaku tak pernah mendapat uang sebagai pendonor. Di samping itu, saat mendonor di PMI, dia bertemu dengan terdakwa Yunus. Bahkan Yunus mendampingi dan ikut mengarahkan Susanto di PMI.
“Biasanya kan ngisi formulir sendiri, ini saya tiba-tiba dikasih formulir warna putih dan pink rangkap. Saya tinggal tandatangan saja karena formulir sudah diisi Yunus,” jelasnya.
Sedangkan saksi Rico mengungkap saat ditanya PH terdakwa. Niat baiknya untuk membantu pasien Covid-19 justru dijadikan mainan. Saat itu Rico datang ke PMI berniat donor. Dia saat itu bertemu dengan Yunus. Formulir putih yang semula dia isi berwarna lalu diminta untuk diganti oleh Yunus dengan formulir kuning dan pink.
Saat itu Rico mengaku seperti diarahkan dan didampingi selama proses pendonoran. “Ini mas saya sudah isi, masnya tinggal tandatangan saja, kata Yunus begitu. Terkait dengan fee, itu juga enggak ada saya enggak dapat, tandasnya.
Terkait hal itu, saksi Yunus mengaku keberatan dengan kesaksian para saksi yang dihadirkan itu. Saat Hakim bertanya pada Terdakwa Yunus, “Kesaksian para saksi itu tidsk pernah Pak Hakim. Dan Saya tidak pernah menulis di form kuning dan pink itu. Bahkan nama pendonor”, ungkap Yunus membantah.
Sedankan Yogi membantah, kalau istrinya terlibat. Istri saya tidak terlibat Pak Hakim, keterangan saksi Rina salah paham. Bahkan yang Cheting itu saya, “bukan istri saya”, ungkap Yogi.
“Lake na Ana itu artinya suami na Ana. Untuk biaya itu memang betul saya imformasikan kepada saudari Rina bahwa ada penggantian darah sekian-sekian dan itu ada bukti penyelesaian atas nama kaka bu Rina, kalau tidak salah nama Suprianto. Dan saya tidak ada katakan ini untuk pendonor”, ucap Yogi.
“Saya mengatakan semampu keluarga pasien, bukan saya menarget. Kira-kira begitu yang mulia”, jawab terdakwa dihadapan Majelis Hakim melalui virtual.
Hakim Ketua Martin Ginting menyatakan, Saksi tetap dalam keterangannya sedang terdakwa tetap pendiriannya. {JAcK}