Dalam Tanggapan Pledoi PH, Jaksa Tetap Tuntut Stella Monica penjara 12 Bulan

Terdakwa UU ITE Stella Monika saat menjalani Sidang di PN Surabaya.

SURABAYA-Sidang lanjutan perkara UU ITE dengan terdakwa Stella Monica kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (11/11/2021). Sidang dengan agenda replik (tanggapan terhadap pledoi terdakwa), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rista Erna ini tetap menyatakan pada pendiriannya dan menolak seluruh pledoi yang disampaikan oleh penasehat hukum terdakwa.

Selain itu, JPU juga minta kepada majelis hakim untuk memutuskan perkara ini sesuai dengan tuntutan yang telah dibacakan pada sidang sebelumnya. Terkait pembelaan kuasa hukum Terdakwa yakni Habibus juga mengatakan, legal stabding yang memberikan surat kuasa terhadap salah satu dokter di LViors untuk malaporan kliennya.

Menurut Jaksa, klinik kecantikan Lviors dipersamakan sebagai korporasi yang mempunyai kehormatan atau marwah seperti orang perorang, karena badan hukum juga mempunyai kehormatan sehingga perbuatan yang menghina badan hukum juga digolongkan sebagai delik pidana.

Mahkamah Agung juga telah menerima argumentasi tersebut sesuai putusan Mahkamah Agung No. 183 K/ Pid/2010, dalam putusannya dijelaskan bahwa badan hukum bisa menjadi obyek pencemaran nama baik. “Kami menolak seluruh pembelaan [pledoi] terdakwa yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa,” kata Rista Erna.

Replik JPU ini langsung ditanggapi oleh Asnan penasihat hukum terdakwa secara lisan, dan meminta kepada majelis hakim agar tetap menerima pledoi terdakwa. “Tetap pada pledoi yang sudah kami sampaikan. Dan kami akan menanggapi replik jaksa melalui Duplik,” ucapnya.

Sementara itu, HK Kosasih SH, pengacara pelapor, saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa media sosial ada bukan untuk dijadikan mengunggah perbuatan yang merugikan orang lain. Menurutnya, sebelum ada internet dan media sosial tindak pidana pencemaran nama baik sudah diatur.

“Karenanya baik di dunia nyata maupun dunia maya, kita harus bijak dan bertanggung jawab dalam penggunaannya,”ucap Kosasih, Jumat (12/11).

Ditambahkan Kosasih, dalam postingan Stella dinilai olehnya sangat mencemarkam nama baik Klinik Kecantikan L’Viors. Awalnya, akun Stella dapat diakses, namun saat ini sudah berstatus private.”Saat ini sudah ditutup menjadi status private. Secara langsung atau tidak langsung terdakwa Stella telah menyadari keseriusan dan kesalahan dari perbuatannya,”imbuhnya.

Terkait fakta persidangan, konten yang disampaikan oleh Stella dibuat secara sadar, mengandung informasi yang tidak benar, dengan tujuan untuk dibagikan atau disharing kepada teman-temannya.

“Tentunya guna menjatuhkan usaha klinik L’viors. Padahal sejak pertengahan September 2019, Stella sudah berhenti melakukan perawatan di Klinik L’viors dengan kondisi wajah terakhir yang sudah baik. Unggahan Stella tersebut jelas bukan curhatan selaku konsumen. Dia tidak pernah menyampaikan keluhan apapun sebelumnya kepada Klinik,” katanya.

Menurut Kosasih, Stella telah berpindah perawatan ke klinik lain. Alasannya Klinik L’Viors mahal. Setelah itu, kondisi wajahnya bermasalah kembali. Anehnya, malah Stella membuat postingan yang menjelek-jelekkan atau mencemarkan nama baik Klinik L’Viors.

“Jadi ada unsur Stella untuk mencemarkan nama baik atau reputasi Klinik L’Viors. Terbukti, saat ini dia terus mencari-cari kesalahan Klinik L’Viors dengan membuat pengaduan secara tidak benar kepada pihak kepolisian seakan-akan obat yang diberikan oleh Klinik L’Viors tidak mendapat izin BPOM,”bebernya.

Pengaduan tersebut, tegas Kosasih, adalah adalah tidak benar dan menyesatkan serta Klinik L’Viors masih mencadangkan haknya untuk melakukan tuntutan hukum lebih lanjut kepadanya.”Pengaduan itu tidak benar dan menyesatkan,”tegasnya.

Sedangkan terkait tanggapan JPU atas pledoi Stella yang disampaikan pada Rabu (11/12) lalu, Kosasih mengatakan bahwa isi tanggapan Jaksa Penuntut Umum sudah sesuai dengan ketentuan perundang-Undangan yang ada.”Sudah sesuai dengan putusan-putusan yurisprudensi terkait pencemaran nama baik dengan menggunakan internet dan media sosial,”ujarnya.

Kosasih mencontohkan adanya Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia No.229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021 , Nomor KB/2/VI/2021 yang dijadikan patokan oleh pengacara Stella.

“Patokan tersebut baru diterbitkan pada 23 Juni 2021, yaitu hampir 2 tahun setelah postingan Stella terjadi,”ungkapnya.

Diterangkan Kosasih Keputusan Bersama tersebut sifatnya sebagai pedoman bukan sebagai undang-undang, karenanya tidak dapat melanggar dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan diatasnya.

“Dalam berbagai yurisprudensi putusan pengadilan yang ada, tindak pidana pencemaran nama baik telah dijatuhkan oleh Pengadilan untuk memberikan perlindungan hukum kepada reputasi badan hukum maupun pribadi yang telah dicemarkan nama baiknya secara tidak benar,”terangnya.

Kerugian reputasi usaha dalam hal ini jauh lebih besar daripada reputasi pribadi, karena menyangkut kepentingan khalayak ramai, baik bagi para karyawan-karyawati Klinik L’Viors, rekanan maupun keberlanjutan usaha Klinik L’viors itu sendiri.

“Kebebasan berpendapat tetap memiliki batasan-batasan dan Undang-Undang di Negara Republik Indonesia telah mengatur perlindungan reputasi dan nama baik jika apa yang disampaikan adalah tidak benar dan menyesatkan. Karenanya sudah sewajarnya jika tindak pidana di dunia maya juga diperlakukan sama dengan tindak pidana di dunia nyata, tanpa ada pengecualian terhadap Stella,” tandasnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rista Erna Soelistiowati dan Farida mengatakan terdakwa secara sengaja membuat serta mendistribusikan konten pencemaran nama baik klinik L’Viors.

Atas dasar itu perbuatan terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 27 Ayat 3 Jo Pasal 45 Ayat 3 UU RI Nomor 19 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU ITE. Dan menuntut pidana selama satu tahun, membayar denda Rp 10 juta subsider dua bulan kurungan penjara. {SN}