SURABAYA-Saat Pemerintah melalui Menteri kesehatan maupun Satgas Covid-19 mengumumukan penumpang pesawat harus menggunakan test PCR, darat 250 km juga Laut tetap diberlakukan. Hal itu menuai banyak protes dari masyarkat agar test PCR dihapus. Namun, tetap dilaksanakan tetapi harga diumumkan diturunkan mencapai Rp. 300. 000. Tetapi untuk Penerbangan Pulau Jawa cukup Antigen.
Penerapan maupun kebijakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) ketika seorang penumpang Pesawat berpergian dari Surabaya Bandara Juanda juga kesal merasa dirugikan karena tidak dapat berangkat. Kejadian ini, dianggap merugikan, sehingga Sahlan calon Penumpang mengajukan gugatan PMH terhadap PT Angkasa Pura I, dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Surabaya, di Pengadilan Negeri Surabaya.
Sahlan, SH, S.Pd juga berprofesi pengacara selaku penggugat, kepada Wartawan menyampaikan, ketika kala itu dirinya membeli tiket pesawat Batik Air Nomor Penerbangan ID 6575 dengan No. Tiket 9902179206578 untuk penerbangan Surabaya (SUB)–Jakarta (CGK) pada Rabu, 3 November 2021, pukul 11.20 WIB. Siap mau berangkat.
Dia Sahlan tiba di Bandara Juanda enam jam sebelumnya, dan siap menjalani serangkaian tes PCR untuk kelengkapan penerbangan menuju Jakarta karena mau tugas sidang yang ditunggu klien nya.
Gegara saya masih vaksin dosis pertama, kiranya saya harus menjalani tes PCR. Tapi harga PCR menurut saya masih terlalu berat dibebankan ke masyarakat,” ungkapnya dihadspan beberapa media, Sabtu (6/11/2021).
Kata Sahlan, Sementara harga tes PCR masih mahal dan hasil dari tes juga terlalu lama. Sehingga membuat tiket hangus.
“Bayangkan Saya harus menunggu hasil tes PCR 1×24 jam. Itu terlalu lama. Kalau memang aturan di bandara penerima vaksin dosis pertama, kenapa tidak disiapkan saja fasilitas vaksin. Dan Kenapa harus melakukan tes PCR berbayar dan menunggu lama,” terang Sahlan.
“Aturan tes PCR ini terlalu memberatkan masyarakat. Kalau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dilonggarkan, seharusnya tidak menyengsarakan masyarakat”, imbaunya kesal.
Tambah Sahlan, PPKM sudah longgar. Tapi kita tidak bebas bekerja. Kebijakan PCR ini sangat menyusahkan. Kalau pemerintah belum siap dengan aturan ini, ya jangan menerapkannya. Apalagi sampai viral ada dugaan oknum pejabt berbisnis PCR ditengah pandemi dalam kesusahan rakyat.” Tandasnya.
Kami berharap aturan PCR ini ditiadakan. Sebab sama sekali tidak ada kaitannya dengan penerbangan. “Kalau memang aturan PCR ini murni diterapkan untuk kesehatan, seharusnya berlaku di semua tempat seperti pasar dan mall karena rentan dalam mall berkerumun banyak pengunjung. Apalagi kebijakan ini banyak pihak yang dirugikan. Selain masyarakat (penumpang pesawat), maskapai pastinya juga dirugikan. Banyak yang tidak mau naik pesawat. Kasihan maskapai,” pesannya.
Tutur Sahlan, Untuk gugatan saya menuntut PT Angkasa Pura I Surabaya dan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya membayar ganti rugi tiket dan kerugian immateril sebesar Rp 99 ribu.
“Kenapa tuntutan ganti ugi walaupun kecil, karena saya ingin pemerintah meniadakan tes PCR yang diberlakukan di bandara.” Harap Sahlan didampingi M. Yusuf Effendy tim kuasa hukum.
“Selain tuntutan immateril, saya menuntut meminta maaf secara resmi ke 99 media massa baik cetak, online maupun elektronik”, jelas Sahlan.
Sedangkan Pihak KKP Surabaya Dr.Rofi SH, MH. belum bersedia mememberikan komentar lebih lanjut, atas konfirmasi awak media melalui nomor whatsappnya. Dan juga pihak Bandara Surabaya Angkasa Pura 1, hingga berita ini diunggah belum berhasil di konfirmasi. {JAcK}