SURABAYA, {DETEKTIFNews.com}-Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan Vonis pidana penjara masing-masing selama 3 tahun dan 4 bulan (6/4) terhadap 4 (Empat) orang pegawai Bank Jatim Pusat sebagai terdakwa dalam kasus Korupsi kredit macet Bank Jatim oleh PT Surya Graha Semesta (SGS) di Jl Mojopahit Komplek Perniagaan Jati Kepuh Blok C 2-4 Celep Kec/Kab Sidoarjo Jatim pada tahun 2010 lalu sebesar Rp 306.050.000.000 dan merugikan keuangan negara senilai Rp 155.036.704.864.
Putusan itu dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai H.R. Unggul Warso Mukti diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan negeri (PN) Suarabaya untuk ke- 4 terdakwa selaku pegawai Bank milik Pemerintah Daerah Jawa Timur, diataranya Wonggo Prayitno mantan pimpinan Divisi Kredit Bank Jatim;, Arya Lelana, mantan Pimpinan Sub Divisi Kredit Bank Jatim (satu perkara),; Harry Soenarno, Relation Manager (RM) Bank Jatim dan I.L. Hartanto, sebagai staf dibagian Sub Divisi Kredit Menengah dan Koperasi Bank Jatim, yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masing dan dihadiri tim JPU Indra dari Kejaksaan Agung RI selaku ketua tim, JPU dari Kejari Surabaya.
Pada sidang sebelumnya, 2 terdakwa selaku bawahan yaitu Harry Soenarno dan I.L. Hartanto dituntut pidana penjara selama 6 tahun, lebih tinggi dari terdakwa Wonggo Prayitno dan Arya Lelana selaku pimpinannya dengan pidana penjara 5 tahun dan denda masing-masing sebesar Rp 100 juta subsidair 6 bulan kurungan. JPU menganggap, bahwa Harry Soenarno dan I.L. Hartanto lebih bertanggung jawab dari pada Wonggo Prayitno Arya Lelana dalam proses pencairan kredit ke PT SGS, namun tidak menuntut para terdakwa untuk mengembalikan kerugian negara karena tidak menikmatinya.
Dalam amar putusan Majelis Hakim pun sama dengan tuntutan JPU terkait dengan kerugian negara sebesar Rp 155.036.704.864 tidak dibebankan terhadap para terdakwa. Ke- 4 terdakwa ini dianggap melakukan kesalahan karena kewenangan dalam jabatan hingga memperkaya pihak lain sebesar Rp 155.036.704.864, dalam hal ini adalah PT SGS saat memproses dokumen pengajuan kredit yang diajukan oleh Rudi Wahono selaku Dirut PT SGS sejak tahun 2010 hingga 2011 yang berjumlah Rp 306.050.000.000.
Majelis Hakim menyatakan, bahwa pada tahun 2010, Bank Jatim memberikan fasilitas kredit modal kerja atau (KM) untuk kegiatan pembiayaan proyek yang ditangani dan yang akan ditangani oleh PT SGS dalam bentuk Standby lone dengan plafon kredit sebesar Rp 80 miliar, yang direncanakan untuk pembiayaan proyek jembatan Brawijaya di Kediri, proyek pembangunan RSUD Gambiran Kediri, proyek gedung Poltek II Kediri, proyek RSUD Saiful Anwar Kota Malang, pembangunan Pasar Caruban Madiun, pembangunan Jembatan Kedungkambang Malang dan pembangunan Kantor terpadu Ponorogo serta pembangunan Kantor Pusat BPR Jatim di Surabaya.
Tujuan pemberian kredit, kata Majelis Hakim dalam putusannya, adalah untuk tambahan modal kerja pelaksanaan proyek pemerintah, yang sedang dikerjakan dan atau proyek yang akan dikerjakan dengan sumber dana dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota, serta swasta bonafit yang diperoleh berdasarkan surat perintah kerja atau kontrak kerja.
Pada tahun 2011, Rudi Wahono selaku Direktur PT SGS mengajukan penambahan plafon kredit, dari semula Rp 80 miliar menjadi Rp 125 milliar kepada Bank Jatim Jawa Timur Cabang Sidoarjo, sebagaimana surat Nomor 025/SGS/VII/2011 tanggal 19 Juni 2011, dan oleh Bank Jatim Cabang Sidoarjo, berkas permohonan penambahan plafon kredit tersebut diteruskan ke Bank Jatim pusat di Surabaya dengan melampirkan dokumen proyek diantaranya ; RSUD Gambiran II Kediri dengan nilai Rp 208.685.176.000, pembangunan Poltek II Kediri pelaksana PT Nugraha Adi Taruna dengan nilai Rp 88.901.861.280. Pembangunan proyek pekerjaan Jembatan Brawijaya Kediri, pelaksana PT Fajar Parahiyangan degan nilai Rp 66.409.000.000. Pembangunan Pasar Caruban Madiun, pelaksana PT Idee Murni Pratama dengan nilai Rp 67.200.081.000, pembangunan Jembatan Kedungkambang Malang, dengan pelaksana PT NAT nilai Rp 54.183.811.000, pembangunan Kantor Pusat BPR Jatim, pelaksana PT NAT nilai Rp 22.189.000.000, pembangunan gedung Setda Kabupaten Madiun, dengan pelaksana PT NAT dan PT Nugraha Airlanggatama, nilai Rp 46.668.046.000 serta pembangunan Kantor terpadu Ponorogo, dengan pelaksana PT NAT nilai kontrak Rp 42.148.0 00.000.
Kemudian, penambahan plafon kredit dari PT SGS tersebut disarankan kepada terdakwa I Wonggo Prayitno selaku Pimpinan Divisi, selanjutnya diteruskan kepada terdakwa Arya Lelana selaku Pimpinan Sub Divisi kredit menengah dan korporasi, untuk dilakukan verifikasi, dan secara berjenjang kepada tim analisis. Oleh tim analisis dan Relation Manager (RM) membuat penilaian penambahan plafon serta lembar penilaian tersebut secara berjenjang disampaikan kepada terdakwa Arya Lelana dan wonggo Prayitno.
Oleh terdakwa I Wonggo Prayitno dan terdakwa II Arya Lelana, secara melawan hukum melarang tim Analisis untuk melakukan konfirmasi ulang, skema perhitungan yang dibuat oleh para terdakwa Arya Lelana dan terdakwa Wonggo Prayitno secara melawan hukum memberikan persetujuan, untuk fasilitas kredit SGS dari Rp 80 miliar menjadi Rp 125 miliar.
Pada hal para terdakwa mengetahui, bahwa nilai debit equity ratio (DER) PT SGS sebesar 5,09 kali melebihi persyaratan maksimal, sebesar 2,50 kali penambahan plafon penggunaan fasilitas kredit modal kerja, selama tahun 2010 tidak sesuai dengan ketentuan, namun penambahan plafon KMK SBL oleh para terdakwa, dibuat seolah-olah penggunaan fasilitas KMK SBL sesuai dengan ketentuan.
Majelis Hakim menyatakan, bahwa Fasilitas penasabahan plafon kredit stanby load kepada PT SGS dari nilai awal Rp 80 miliar jadi Rp 125 miliar menyalahi prosedur dan tidak sesuai dengan SK Direksi Nomor 048/203/KEP/DIR/KRD tertanggal 31 Desember 2010. Selain itu, pemberian kredit juga tidak sesuai dengan DER (Debt Equity Ratio) dan dokumen SPMK, karena PT SGS tidak pernah mendapatkan proyek-proyek yang didanai APBD.
Dalam amar putusan Majelis Hakim menyebutkan, bahwa penghapusbukuan kredit PT SGS hingga menimbulkan kerugian negara yang dilakukan oleh terdakwa berdasarkan usulan Kepala cabang Bank Jatim Sidoarjo Tri Udjiarti. Penghapusbukuan yang dilakukan sebanyak tiga kali diantaranya SK No 052/1781/Kep/Dir/PKB tentang Penghapusbukuan Kredit Macet tertanggal 29 September 2014, SK No 052/012/Kep/Dir/PKB tentang Penghapusbukuan Kredit Macet tertanggal 31 Desember 2014, dan SK No 053/1461/Kep/Dir/PKB tentang Penghapusbukuan Kredit Macet tertanggal 28 Mei 2015.
Majelis Hakim menyatakan, para terdakwa haruslah dihukum sesuai dengan perbuatannya dan menolak pembelaan yang disampaikan oleh Penasehat Hukum terdakwa yang mengatakan, bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana Koruspi dan haruslah dibebaskan.
“Mengadili; Menyatakan, bahwa terdakwa (Wonggo Prayitno, Arya Lelana, Harry Soenarno dan I.L. Hartanto) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaiaman dalam dakwaan Subsider; Menghukum terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 3 Tiga tahun dan Empat bulan, denda sebesar Seratus juta rupiah. Dan apabila terdakwa tidak membayar maka diganti dengan kurungan selama Empat bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Atas putusan Majelis Hakim tersebut, para terdakwa melalui Penasehat Hukumnya maupun JPU menyatakan pikir-pikir.
Usai persidangan, saat wartawan media ini menanyakkan tersangka lain baik dari Bank Jatim sendiri maupun dari PT SGS yang terseret dalam kasus ini yang belum ada kabar beritnaya tentang kelanjutan proses hukumnya, JPU Indra dari Kejagung mengatakan masih menunggu proses yang tidak akan lama lagi. Namun Indra tidak dapat memastikan kapan akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.
“Masih menunggu, tidak lama lagi,” kata JPU Indra yang menggantikan Tumpal Pakpahan.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, kasus ini bermula Pada tahun 2003, Bank Jatim memberikan fasilitas kredit modal kerja atau (KM) untuk kegiatan pembiayaan proyek yang ditangani dan yang akan ditangani oleh PT Surya Graha Semesta (SGS), dalam bentuk Standby lone dengan plafon kredit sebesar Rp 80 miliar, yang direncanakan untuk pembiayaan proyek jembatan Brawijaya di Kediri, proyek RSUD Gambiran Kediri, proyek gedung Poltek II Kediri dan proyek RSUD Saiful Anwar Kota Malang.
Fasilitas layanan yang diberikan Bank Jatim, yakni berupa fasilitas kerja atau dalam bentuk standby lone atau (KMK SBL), yaitu kredit modal kerja yang diberikan kepada kontraktor, termasuk pula grup usaha nasabah yang dapat dicairkan secara revolving baru proyek, apabila debitur memperoleh pekerjaan untuk menyelesaikan proyek konstruksi pengadaan barang dan jasa lainnya, berdasarkan kontrak kerja yang bersumber pembiayaan kreditnya, terutama berasal dari termin proyek yang bersangkutan termasuk juga untuk penerbitan Bank garansi, serta membiayai pembukuan L/C dan SKBDN untuk mengimpor/membeli barang-barang atau mesin peralatan yang terkait dengan proyek yang sedang/akan memperoleh pembayaran kredit dari Bank.
Tujuan pemberian kredit, kata JPU, adalah untuk tambahan modal kerja pelaksanaan proyek pemerintah, yang sedang dikerjakan dan atau proyek yang akan dikerjakan dengan sumber dana dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota, serta swasta bonafit yang diperoleh berdasarkan surat perintah kerja atau kontrak kerja.
Pada tahun 2011, Rudi Wahono selaku Direktur PT SGS mengajukan penambahan plafon kredit, dari semula Rp 80 miliar menjadi Rp 125 milliar kepada Bank Jatim Jawa Timur Cabang Sidoarjo, sebagaimana surat Nomor 025/SGS/VII/2011 tanggal 19 Juni 2011, dan oleh Bank Jatim Cabang Sidoarjo, berkas permohonan penambahan plafon kredit tersebut diteruskan ke Bank Jatim di Surabaya dengan melampirkan dokumen proyek, diantaranya ; RSUD Gambiran II Kediri, dengan nilai Rp 208.685.176.000, pembangunan Poltek II Kediri pelaksana PT Nugraha Adi Taruna dengan nilai Rp 88.901.861.280. Pembangunan proyek pekerjaan Jembatan Brawijaya Kediri pelaksana PT Fajar Parahiyangan, degan nilai Rp 66.409.000.000, pembangunan Pasar Caruban Madiun, pelaksana PT Idee Murni Pratama, dengan nilai Rp 67.200.081.000, pembangunan Jembatan Kedungkandang Malang, dengan pelaksana PT NAT dengan nilai Rp 54.183.811.000, pembangunan Kantor Pusat BPR Jatim, pelaksana PT NAT, dengan nilai Rp 22.189.000.000, pembangunan gedung Setda Kabupaten Madiun, dengan pelaksana PT NAT, PT Nugraha Airlanggatama, dengan nilai Rp 46.668.046.000 dan pembangunan Kantor terpadu Ponorogo, dengan pelaksana PT NAT, dengan nilai Rp 42.148.0 00.000.
Kemudian pemohon penambahan plafon kredit dari PT SGS tersebut, disarankan kepada terdakwa I Wonggo Prayitno selaku Pimpinan Vivisi, dan kemudian diteruskan kepada terdakwa II Arya Lelana selaku Pimpinan Sub Divisi kredit menengah dan korporasi, untuk dilakukan verifikasi atas permohonan tersebut, dan secara berjenjang kepada tim analisis dan oleh tim analisis dan Relation Manager (RM), membuat penilaian penambahan plafon dan lembar penilaian tersebut secara berjenjang disampaikan kepada terdakwa Arya Lelana dan wonggo Prayitno.
Oleh terdakwa I Wonggo Prayitno dan terdakwa II Arya Lelana, secara melawan hukum melarang tim Analisis untuk melakukan konfirmasi ulang, skema perhitungan yang dibuat oleh para terdakwa Arya Lelana dan terdakwa Wonggo Prayitno secara melawan hukum memberikan persetujuan, untuk fasilitas kredit SGS dari Rp 80 miliar menjadi Rp 125 miliar.
Pada hal para terdakwa mengetahui, bahwa nilai debit equity ratio (DER) PT SGS sebesar 5,09 kali melebihi persyaratan maksimal, sebesar 2,50 kali penambahan plafon penggunaan fasilitas kredit modal kerja, selama tahun 2010 tidak sesuai dengan ketentuan, namun penambahan plafon KMK SBL oleh para terdakwa, dibuat seolah-olah penggunaan fasilitas KMK SBL sesuai dengan ketentuan.
PT SG tidak layak untuk mendapatkan penambahan plafon kredit tersebut antara lain; pelaksana kontrak proyek adalah pihak lain, namun dinyatakan pelaksanaan kontrak adalah PT SGS Grup, jaminan utama kredit berupa pembayaran termin proyek RSUD Gambiran, Poltek II Kediri dan jembatan Brawijaya tidak diikat dengan Cassie, namun dinyatakan telah diikat dengan cassie, pencairan kredit untuk proyek RSUD Gambiran, Poltek II Kediri dan jembatan Brawijaya Kediri periode 2010/2011 tidak diasuransikan, namu dinyatakan kredit saat ini di dipertanggungkan ke PT ASEI, dengan nilai pertanggungan sebesar Rp 80 miliar dengan coverge 75% selama jangka waktu kredit, tunggakan kredit untuk proyek RSUD Gambiran tahun 2010 dilunasi bukan dari pembayaran termin melainkan dari pencairan kredit RSUD tahun 2011 namun penilaian kolektivitas pt.sgs dinyatakan lancar.
Dan oleh terdakwa Arya Lelana dan terdakwa Wonggo Prayitno, menyampaikan penilaian dan persetujuan penambahan plafon kredit untuk PT SGS kepada Direktur Utama Bank Jatim, untuk mendapat persetujuan, dan oleh Direktur Bank Jatim serta Direktur Bisnis menengah dan korporasi Bank Jatim, sehingga perbuatan para terdakwa tersebut bertentangan dengan peraturan Internal Bank Jatim, Surat Edaran Direksi Nomor. 048/009/KMK tanggal 9 Maret 2009 tentang pedoman pelaksanaan kredit menengah dan korporasi, perjanjian KMK standby lone atas nama PT Surya Graha Semesta, menyatakan pencairan termin proyek yang dibiayai dengan fasilitas kredit Bank, dan pencairan termin proyek hanya dilaksanakan melalui transaksi giralisasi ke rekening atas nama PT Surya Graha Semesta di Bank Jatim cabang Utama Surabaya, yang diikat cassie dan kuasa memotong buku pedoman pelaksanaan kredit menengah dan korporasi, buku pedoman pelaksanaan kredit menengah dan korporasi Surat Edaran Direksi.
Setelah mendapat persetujuan penambahan plafon kredit untuk PT SGS, Rudi Wahono selaku Direktur PT SGS mengirimkan surat yang ditujukan kepada terdakwa Wonggo Prayitno, yang memberitahukan kerjasama dengan pihak pelaksana dalam proyek Pemda, dan meminta untuk diberikan fasilitas kredit modal kerja standby lone dengan meminta pencairan KMK tersebut.
Selanjutnya Divisi kredit menengah dan koperasi, memproses permohonan tersebut dengan menyatakan, bahwa pelaksanaan proyek PT MKI, PT NAT, PT. FP dan PT IMP sebagai grup dari PT SGS, dan terdakwa tidak melakukan konfirmasi kepada pejabat pembuat komitmen (PPK), untuk proyek tersebut dan membuat memorandum usulan plafon dan pencairan maksimum.
Bahwa atas memorandum yang dibuat oleh para terdakwa tersebut, Bank Jatim melakukan pencairan pinjaman PT SGS dengan rincian sebagai berikut; pembangunan gedung Sekretariat Daerah kabupaten, kontrak tahun jamak antara Ir. Gunawan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan PT Nugraha Airlanggatama, KSO selaku leader Drs. Ribut Wahyu Utomo tentang pekerjaan kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Madiun Nomor kontrak No.602.1/728/402.103/2012 tanggal 14 agustus 2012 dengan nilai kontrak sebesar Rp 46.668.046.000, pembangunan gedung Kantor Terpadu Kabupaten Ponorogo, surat perjanjian kontrak multiyears/tahun jamak, antara Budi Darmawan selaku PPK dengan Drs ribut Wahyu selaku pimpinan Cabang PT Nugraha Adi Taruna, tentang pekerjaan pembangunan gedung kantor terpadu Kabupaten Ponorogo, pada tanggal 11 Juni 2012 dengan nilai kontrak sebesar Rp 42.148.0.0000
Proyek pembangunan gedung kantor BPR Jatim dengan surat perjanjian antara Amiruddin selaku PPK dengan Drs. Budi Ribut Utomo selaku kepala cabang PT Nugraha Adi Taruna, tentang pembangunan gedung kantor pusat Bank Perkreditan Rakyat Jawa Timur Nomor. 12/VI/2012 tanggal 22 Juni 2012. Pembangunan Poltek II Kediri dengan surat perjanjian kerja konstruksi antara Irdat Indraswati selaku PPK dengan Drs. Budi Ribut Utomo selaku kepala cabang PT Nugraha Adi Taruna tentang pelaksanaan konstruksi APBD tahun 2009 tanggal 8 Oktober 2009 dengan nilai kontrak Rp 88.901.861.280.
Pembangunan jembatan Kedungkambang Kabupaten Malang, surat perjanjian antara Ir. Heroe Agoesdjianto selaku PPK dengan Drs. Budi Ribut Utomo selaku kepala cabang PT Nugraha Adi Taruna, tentang pembangunan jembatan Kedungkamdang kabupaten Malang dengan nilai kontrak sebesar Rp 54.183.811.000. Pembangunan Pasar Caruban Kabupaten Madiun, surat perjanjian antara Ir. Benawai selaku PPK dengan Rudi Soetedjo Budi Rahardjo selaku kepala Cabang PT Idee Murni Pratama tentang Pasar Caruban Kabupaten Madiun dengan nilai kontrak sebesar Rp 67.420.081.000,
Proyek pembangunan RSUD Gambiran II Kota Kediri dikerjakan oleh PT Murni Konstruksi Indonesia dengan surat perjanjian kerja konstruksi harga satuan atau kontrak induk Nomor 9 sebesar Rp 208.685.176.000 dan pembangunan jembatan Brawijaya Kediri dikerjakan oleh PT Fajar Parahiyangan dengan surat perjanjian kerja konstruksi harga satuan atau kontrak Induk Nomor. 1033/KON.FISIK/APBD/2010 tanggal 27 September 2011 antara Nur Iman Satrio Widodo selaku selaku PPK dan Munawar selaku kepala cabang PT Fajar Parahiyangan sebesar Rp 66.409. 000.000
Dari semua proyek yang dimintakan pencairannya oleh PT SGS tersebut, tidak ada satupun proyek yang dimenangkan atau dikerjakan oleh PT Surya Graha Semesta. Pada hal PT SGS sudah menerima pencairan kredit standby lone atas proyek pembangunan gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Madiun dengan nilai pencairan Rp 15.600.000.000, proyek pembangunan gedung kantor terpadu Kabupaten Ponorogo Rp 55 M, proyek pembangunan kantor BPR Jatim Rp 6.800.000.000, proyek pembangunan Poltek 2 Kediri Rp 55 M, proyek pembangunan jembatan Kedungkandang kota Malang Rp 20.550.000.000, proyek pembangunan Pasar Caruban Kabupaten Madiun Rp 42 M, proyek pembangunan RSUD Gambiran 2 Kota Kediri Rp 122.200.000.000 dan proyek pembangunan jembatan Brawijaya Kediri Rp 30.200.000.000 sehingga total 306.050.000.000
Pada tanggal 19 oktober 2011, dilakukan addendum sebagaimana akta addendum tambahan plafon kredit Nomor 25 tanggal 19 Oktober 2011 yang dibuat Isy Karimah Syakir selaku Notaris di Surabaya, bahwa hasil tagihan termin proyek yang dibiayai dengan fasilitas kredit Bank diikat secara Casey dan kuasa memotong pada proyek. Pencairan kredit yang dilakukan oleh Bank Jatim Cabang sidoarjo, hanya berdasarkan surat yang ditandatangani oleh terdakwa Wonggo Prayitno selaku Pemimpin Divisi KMK dan terdakwa Arya Lelana selaku Pimsubdiv KMK
Pencarian kredit untuk pembangunan jembatan Kedungkambang dilakukan sebelum adanya kontrak pembangunan jembatan Kedungkambang Malang, di mana PT SGS mengirimkan surat kepada terdakwa Wonggo Prayitno, agar bisa digunakan untuk dialokasikan dengan plafon 55%. Dan atas surat PT SGS tersebut, terdakwa Wonggo Prayitno dan Arya Lelana menyampaikan persetujuan pencairan KMK standby lone atas nama PT SGS sebesar Rp 16.700.000.000.
Sehingga hal tersebut bertentangan dengan Surat Edaran Direksi Nomor 064/008/DIR/KRD tanggal 30 April 2008 tentang pedoman pelaksanaan kredit menengah dan koperasi, persetujuan penambahan 8 KMK dan penambahan agunan Nomor 047/740/KRD tanggal 18 Oktober 2011. Dalam pencairan kredit modal kerja tersebut, seharusnya proyek disesuaikan dengan kemajuan fisik proyek berdasarkan progress report, namun dalam pelaksanaannya, pencairan kredit modal kerja tidak dilaksanakan berdasarkan progress report, sehingga hal tersebut bertentangan dengan SE Rireksi Nomor 046/008/DIR/KDR tanggal 30 April 2008
Pencairan kredit modal kerja dari Bank Jatim terhadap PT SGS tersebut, ternyata tidak semuaa dipergunakan untuk kegiatan proyek yang dimintakan kredit pembayarannya, tapi dipergunakan untuk membayar angsuran pokok KM standby lone dan bunga sebesar Rp 90.957.420.250,75, dan ditransfer ke rekening Thahjo Widjojo selaku Komisaris Utama PT SGS sebesar Rp 51.772.000.000. Sehingga hal tersebut bertentangan dengan surat edaran direksi nomor 048/DIR/KMK tanggal 9 Maret 2010 tentang pedoman pelaksanaan kredit menengah dan koperasi
Dalam pengambilan kredit atau angsuran atas 8 proyek yang dibiayai dari KMK standby lone, PT SGS seharusnya dibayarkan proporsional dengan termin. Namun dalam pelaksanaannya, di mana pembayaran dari pejabat pembuat komitmen ke rekening pelaksana pekerjaan, tidak ditransfer kembali ke rekening PT SGS, di mana hal tersebut sesuai dengan permintaan PT SGS dan disetujui oleh para terdakwa.
Surat perjanjian jangka waktu kredit Nomor 74 tanggal 31 Desember 2013, bahwa jangka waktu modal kerja standby lone sampai dengan tanggal 24 Februari 2014, dimana pada saat jatuh tempo tersebut PT SGS tidak mampu melunasi saldo kredit, sehingga masih terdapat tunggakan pokok sebesar Rp 120.700.714.443, yang kemudian dinyatakan macet kolektibilitas 5 dan oleh Tri Ujiarti selaku pimpinan Bank Jatim cabang Sidoarjo, mengusulkan penghapusbukuan atas penggunaan kredit untuk 6 proyek, yakni Poltek Kediri, jembatan Brawijaya, jembatan Kedungkandang, pasar kantor, Setda Kabupaten Madiun dan kantor terpadu Ponorogo
Penempatan kolektibilitas 5 atas kredit modal kerja standby lone PT SGS, tidak didahului dengan penyerahan pengelolaan kredit dari Divisi kredit menengah dan korporasi kepada devisi khusus kredit dan juga PT SGS masih melakukan pembayaran angsuran sebesar Rp 150 juta, dan anggunan tambahan berupa tanah dan bangunan yang diterima Bank Jatim untuk kredit modal kerja standby lone PT SGS, belum dilakukan pelelangan dan pada periode Mei sampai dengan Desember 2014, dan masih terdapat pembayaran termin dari proyek pembangunan gedung terpadu Ponorogo sebesar Rp 19.312.510.491, 98.
Pembangunan gedung Setda Madiun sebesar Rp 18.609.374.780,89 namun oleh terdakwa wonggo Prayitno dan Arya Lelana selaku pimpinan divisi kredit menengah dan korporasi, tetap memproses usulan penghapusan buku dari cabang Sidoarjo sesuai dengan memorandum Nomor 052/024/PKB tanggal 15 September 2014, dan menyetujui dilakukannya penghapusan buku kredit PT SGS yang diajukan oleh Cabang Sidoarjo, khususnya untuk pokok kredit macet PT SGS, dan oleh terdakwa Arya Lelana dan Wongso Wongso Prayitno meneruskan usulan dan kajian penghapusan bukuan tersebut ke Direktur Penghapusan dan Direksi PT Bank Jatim. {B2R/BK}