BLITAR-Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso ikut angkat bicara terkait penangkapan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dalam dugaan kasus suap jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
Ditemui sejumlah wartawan di Surabaya saat acara buka puasa bersama Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Rahmat Santoso mengatakan jika kasus Bupati Nganjuk bukan kategori Operasi Tangkap Tangan (OTT)
“Kalau Sehubungan adanya penemuan tunai sekitar kurang lebih Rp 600 juta dalam brankas pribadi Bupati Nganjuk, menurut hemat saya atas penemuan uang tunai di dalam brankas tidak masuk kategori Operasi Tangkap Tangan atau tertangkap basah melakukan suatu tindak pidana, ” ujar Rahmat Santoso yang juga masih menjabat Ketua Umum DPP IPHI.
Wakil Bupati yang dikenal sebagai pengacara “ibukota” ini juga menjelaskan jika penyimpanan uang dalam brankas bukan perbuatan melawan hukum. Selain itu uang Rp 600 juta yang ada dalam brankas bupati Nganjuk masih dalam batas kewajaran.
“Apakah kepemilikan atau penyimpanan uang tunai di brankas adalah perbuatan yang dilarang oleh Hukum positif di Indonesia? Undang-undang sama sekali tidak melarang untuk memiliki brankas ataupun menyimpan uang tunai di dalam brankas. Nilai dalam brankas pribadi Bupati Nganjuk, saya nilai juga masih wajar, memperhatikan profil pribadi Bupati Nganjuk yang juga sebagai seorang pengusaha sukses, ” ucapnya.
Selain itu, lanjut Rahmat, meski saat ini agenda pemerintah adalah pengurangan penggunaan uang tunai (less cash society). Akan tetapi tidak semua masyarakat Indonesia memiliki gaya hidup modern yang mempercayakan penyimpanan uang sepenuhnya di lembaga keuangan ataupun melek teknologi.
“Tidak dapat disangkal bahwa budaya masyarakat Indonesia yang menyimpan tunai di bawah bantal hingga saat ini masih belum pupus sepenuhnya, ” ucap Rahmat Santoso yang juga menjabat Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.
Wabup Blitar juga mengingatkan jika negara kita adalah negara hukum yang menganut asas praduga tak bersalah, termasuk dalam kasus Bupati Nganjuk.
“Tentunya asas praduga tak bersalah tetap perlu dijunjung. Karenanya saya menghimbau agar kita selalu membiasakan khusnudzan berbaik sangka dalam melihat segala permasalahan dan tidak mendahulukan prasangka buruk tanpa mengetahui kebenarannya, ” ucapnya.
Berkaca pada kasus penangkapan Bupati Nganjuk ini, juga menjadi pelajaran bagi pejabat daerah untuk tidak menyimpan uang di brankas meskipun sebenarnya tidak melanggar hukum.
“Untuk itu, saya sendiri dan menghimbau seluruh kepala daerah untuk tidak memiliki brangkas dan menyimpan uang tunai di rumah karena apabila ada seseorang yang tidak suka terhadap kita, maka kita bisa di jebak dengan hal yang menurut saya remeh dan tidak masuk akal. Makanya kalau simpan uang jangan lebih dari Rp 200 ribu ya, ” ucapnya tersenyum.
Sebab, lanjut Rahmat Santoso, tidak mungkin juga semua orang suka dengan kita dan kebijakan kepala daerah. Orang-orang yang sudah nyaman dengan kondisi yang lama dengan adanya kebijakan baru maka mereka akan menggunakan segala cara untuk menjatuhkan.
“Karena jabatan itu amanah rakyat, namun ketika biaya politik itu mahal maka bupati atau wakil bupati harus iklhas karena itu lah sebuah pesta demokrasi rakyat. Namun ada juga seseorang yang tidak memiliki modal yang cukup, namun menginginkan jabatan yang tinggi dengan modal menjebak dengan uang recehan, ” ujarnya.
“Tidak sebanding dengan apa yang sudah di keluarkan oleh Bupati Nganjuk semua sudah tahu masyarakat mulai pintar siapa yang menjebak siapa yang dijebak. Pada saat Pilkada semua masyarakat juga paham siapa yang mengeluarkan modal pastinya bupati lah yang mengeluarkan modal politik semuanya. Namun ada yang tidak modal namun ingin jabatan tinggi sehingga perkara ini jadi aneh,” tandasnya. {SN}