Sidang Terdakwa Notaris Dadang, Ahli Pidana Nyatakan Pemalsuan Jika Memenuhi 4 Unsur

SURABAYA-Pengadilan Negeri Surabaya kembali menggelar sidang lanjutan perkara pidana pemalsuan surat yang menjerat Notaris Dadang K., S.H. Sidang yang digelar pada Kamis (6/3/25) ini menghadirkan saksi ahli pidana dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) serta saksi fakta dari pihak kuasa hukum terdakwa. Kesaksian yang diberikan dinilai memperkuat posisi hukum dalam kasus ini.

Saksi ahli pidana, Sapta Aprilianto, S.H., M.H., LL.M., yang dihadirkan oleh JPU, memberikan penjelasan mendetail mengenai unsur-unsur pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263 dan 264 KUHP. Menurutnya, pemalsuan surat dapat dikategorikan sebagai tindak pidana jika memenuhi empat unsur kumulatif, yaitu:
1. Menimbulkan Hak
2. Menimbulkan Perikatan
3. Dapat dijadikan sebagai Bukti
4. Timbul Kerugian atau Potensi Kerugian

“Tidak semua dugaan pemalsuan surat otomatis dianggap sebagai tindak pidana jika belum memenuhi semua unsur tersebut. Perbuatan tersebut harus memiliki nilai kualitas yang memenuhi standar hukum.”

Selain itu, saksi ahli juga menjelaskan, tentang delik sengaja dalam Pasal 263 KUHP. Ia menyatakan bahwa delik sengaja hanya mencakup kesengajaan sebagai maksud, bukan kesengajaan dengan kepastian atau kemungkinan.

“Kesengajaan tersebut harus dibuktikan secara materil dan immateril, serta harus berdampak pada kerugian secara langsung,” tegas Sapta.

Baik JPU maupun kuasa hukum terdakwa, Budiyanto, menanyakan tentang siapa yang berhak melaporkan tindak pidana pemalsuan surat. Saksi ahli menjelaskan bahwa siapa pun dapat melaporkan , namun pelapor harus mampu mendalilkan kerugian yang dialami dan memiliki legal standing (kedudukan hukum) yang sah.

“Pelapor harus bisa membuktikan bahwa dirinya dirugikan secara langsung atau tidak langsung oleh tindakan pemalsuan tersebut,” ujar Sapta.

Sidang juga menghadirkan saksi faktal (de charge) dari pihak kuasa hukum terdakwa, yaitu Eka Dharma Yuana, Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan Dorowati Surabaya. Eka menjelaskan, bahwa ia pernah ditawari menjadi Bendahara Yayasan oleh almarhum Kyai Sattar dan beberapa teman jamaah pengajian Surabaya pada tahun 2007. Namun, ia menolak tawaran tersebut karena ingin fokus pada kegiatan tim hisab dan rukyat.

Eka juga mengungkapkan konflik internal yang terjadi di Yayasan Pendidikan Dorowati Surabaya. Menurutnya, yayasan tersebut adalah kelanjutan dari Yayasan Pendidikan Dorowati yang didirikan pada tahun 1982 dan 1991. Namun, yayasan ini tidak memperoleh perpanjangan izin operasional sekolah dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya karena adanya penilaian dualisme yayasan. Hal ini terjadi setelah munculnya Yayasan Pendidikan Dorowati Jaya pada tahun 2017, yang didirikan oleh Tuhfatul Mursalah dan diketuai oleh Rasihul Afian.

Eka juga menjelaskan, bahwa Penetapan Ahli Waris yang menjadi dasar pendirian Yayasan Pendidikan Dorowati Jaya telah dibatalkan oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 365 K/Ag/2021 . Pembatalan ini terjadi karena ditemukan keterangan palsu dan kesaksian palsu dalam permohonan yang diajukan oleh Tuhfatul Mursalah.

“Dalam permohonan tersebut, disebutkan bahwa almarhumah Hanifah, almarhum Abdullah Faqih, almarhum Abdullah Afief, dan almarhum Abdullah Sattar tidak pernah menikah dan tidak mempunyai anak selama hidupnya. Padahal, hal tersebut tidak benar,” jelas Eka.

Selain itu, Eka juga menyebutkan, bahwa Polres Purwakarta telah mengeluarkan Surat Penghentian Penyelidikan (SP3) pada Agustus 2020 terkait laporan Tuhfatul Mursalah terhadap Esha Nurhayati mengenai dugaan tindak pidana menggunakan dokumen palsu.

Sidang ini dinilai semakin memperjelas posisi hukum dalam kasus pemalsuan surat yang melibatkan Notaris Dadang K., S.H. Kesaksian dari saksi ahli dan saksi faktal memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai unsur-unsur pemalsuan surat serta konflik internal yang melatarbelakangi kasus ini.

Sidang akan dilanjutkan untuk mempertimbangkan lebih lanjut bukti-bukti dan keterangan yang diajukan oleh kedua belah pihak. {JA/BS}