Asosiasi Kepelabuhanan  Se Indonesia Surati Presiden Tolak Revisi PM 121/2018 Tarif BUP Sepihak

SURABAYA-Asosiasi se indonesia telah bersurat terhadap Presiden RI untuk menolak revisi Rancangan Undang Undang 11/2008 dengan turunannnya PM perhubungan no 121/ 2018 tentang perubahan tarif bongkar muat jasa kepelabuhanan tersebut, karena para BUP bisa sepihak yang sewenang-wenang menaikkan tarif tanpa melakukakan kordinasi kesepakatan dengan Asosiasi maupun pengguna jasa.

Kelima asosiasi se indonesia yang bersurat menolak yaitu, Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Organisasi Angkutan Darat (Organda), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) , dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GPEI)

Ketua Forum Asosiasi Kepelabuhanan yang sekaligus Ketua Indonesia National Shipowners Association (INSA) Surabaya, Stenven H. Lesawengen mengatakan, Selama ini UU 17 tahun 2008 sebagai turunan yaitu, “Peraturan yang ada di 121/2018 itu sudah benar, ketika akan menaikkan tarif harus melibatkan asosiasi di kepelabuhanan. Ini adalah kolaborasi yang benar. Tetapi sekarang ada usulan Pemerintah dalam hal ini merevisi aturan yang sudah bagus itu.

Kementerian Perhubungan yang akan menghilangkan kolaborasi tersebut, menghapus gotong royong, sehingga Badan usaha Pelabuhan (BUP) bisa menaikkan tarif semaunya sendiri yang akan berdampak pada mahalnya biaya logistik. Ini kontraproduktif dan harus disikapi dan ditolak revisi itu sebelum disetujui, ungkap Steven di Tanjung Perak, Jumat (13/9/24).

“Saat ini ada gerakan massif yang akan menghilangkan keterlibatan asosiasi dan apabila pasal dihilangkan maka kenaikan tarif di pelabuhan tidak terkontrol dan semau BUP menaikkan tanpa asosiasi di libatkan. Kami sudah berkirim surat ke Presiden RI serta tembuskan ke Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN. Saya yakin pak presiden mengerti apa yang kami rasakan karena ini menyangkut banyak pelaku usaha,” paparnya.

Disinggung sistem pelayanan Inaport, Stenvent menjelaskan, hal itu dibuat desain Pemerintah supaya memperlancar, agar tidak ketemu face to face antar regulator dengan pelaku usaha yang menunjukkan integritas dalam memberikan pelayanan. Jika hal itu dilanggar saat melayani, berarti Pemerintah tentu harus merombak petugas maupun pejabatnya sebagai sanksi administrasi. {JAcK}