SURABAYA-Sidang perkara pidana dengan terdakwa Nurul Huda Dilanjutkan, dengan agenda kali ini adalah pemeriksaan terdakwa yang dugaan penyerobotan atau menyewakan tanah milik orang lain.
Dimuka Majlis hakim terdakwa mengaku merasa di telikung, setelah mengetahui kalau sertifikat rumahnya yang pernah dia jadikan jaminan hutang kepada The Tomy, tiba-tiba sudah di balik nama menjadi atas nama The Tommy. Padahal sepengetahuan terdakwa tidak pernah membuat Akta Jual Beli yang dijadikan dasar bagi The Tomy untuk membalik nama sertifikat rumahnya tersebut.
“Jadi, setelah Pak Tomy memberi pinjaman Rp.2 miliar dengan bunga 5 persen perbulan. Sertifikat rumah saya itu dibawah sama Pak Tomy ke Notaris. Sebelum ke Notaris Pak Tomy sempat saya ingatkan jangan sampai sertifikat itu di balik nama. Dan Pak Tomy menjawab tidak akan saya balik nama, sebab saya bukan orang yang seperti itu,” katanya di ruang sidang Garuda 2 PN. Surabaya.
Menurut terdakwa bahwa pesan tersebut perlu dia sampaikan kepada The Tomy
“Saya sama Pak Tomy berpesan jangan sampai seperti itu dan dijawab sama Pak Tomy saya bukan orangnya,” lanjutnya.
Ketika penasehat Hukum menanyakan anya oleh kuasa hukumnya, dari mana mengetahui kalau sertifikat rumahnya tersebut sudah dibalik nama oleh The Tomy,?
“Dari tagihan Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang masuk. Lho. Kok namanya Pak Tomy,” jawab Nurul Huda.
Dimuka Majlis majlis hakim terdakwa menjelaskan bahwa dia mempunyai 3 orang anak, pertama bernama Agus Riduwan, kedua Khoirul Anam dan yang ketiga Mohamad Syaiful.
“Tapi yang datang ke kantor Notaris hanya saya bersama dengan dua anak saya yaitu Agus Riduwan dan Mohamad Syaiful. Yang tidak hadir namanya Khoirul Anam,” jelasnya.
Dihadapan majelis hakim, terdakwa menjelaskan bahwa dirinya meminjam uang kepada The Tomy selain untuk tambahan modal usaha, juga untuk melunasi hutangnya yang ada di Bank Bukopin karena akan jatuh tempo.
“Waktu itu Pak Tomy bersama Dimas datang kerumah saya. Tujuannya pinjam uang bukan untuk jual beli rumah. Kalau saya jual waktu itu harga rumah saya Rp.7 sampai Rp.8 miliar,” ungkapnya.
Ditanya oleh kuasa hukumnya, apakah tempat yang dipakai oleh Mustakim untuk berjualan ayam bakar, itu masuk kedalam pekarangan rumah Nurul Huda,?
“Tidak. Mustakim berjualan di Trotoar, di emperan. Mustakim jualan disitu,” jawabnya.
Terus, untuk uang Mustakim yang masuk kepada Istri anda, itu uang apa,? Tanya kuasa hukumnya.
“Untuk bayar listrik, kebersihan sama sampah,” jawab Nurul Huda.
Bengkel itu milik siapa,? Tanya kuasa hukum Nurul Huda. “Bengkel itu milik saya yang bekerjasama dengan Tomi sejak Tahun 2007 lalu,” jawab Nurul Huda.
Dikonfirmasi setelah selesai sidang, Idham Bangsa, selaku salah satu kuasa hukum terdakwa memastikan bahwa unsur dalam Pasal 385 KUHP yang dijeratkan Jaksa terhadap Kliennya, tidak terpenuhi.
“Si Mustakim penjual ayam bakar ini tidak masuk. Karena jualan si Mustakim ini tidak masuk dalam pekarangan rumah klien saya, Nurul Huda. Sedangkan Bengkel itu kepunyaan Pak Huda sendiri, bukan milik orang lain. Jadi sewanya darimana,” katanya usai Sidang.
Bukan itu saja, Idham juga menepis dakwaan Jaksa tentang Pasal 167 KUHP yang dijeratkan terhadap Kliennya.
“Penyerobotan darimana.!.itu kan rumahnya terdakwa sendiri. Makanya Jaksa harus bisa membuktikan lebih dulu Jual Belinya itu sah atau tidak. Dan bukan disini harusnya, tapi di Perdata. Hakim pada waktu sidang pertama saat The Tomy menjadi saksi juga sudah bilang bahwa perkara ini seharusnya dibawah ke Perdata dulu. Dan pernyataan dari hakim tersebut nanti akan kita masukkan dalam catatan,” pungkas Idham Bangsa.
Sebelumnya, perbuatan terdakwa Nurul Huda Bin Ma’arif dijerat Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Tanjung Perak dengan Pasal 167 Ayat (1) KUHP atau Pasal 385 ke 4 KUHP, mengosongkan rumahnya di daerah Dukuh Kupang Surabaya. {SN}