SURABAYA-Dugaan keterlibatan direksi PT Bahana Line dalam praktik dugaan penggelapan BBM kembali ditegaskan oleh terdakwa Edi Setyawan pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (17/2/2023).
Menjawab pertanyaan dari jaksa Estik Dilla Rahmawati, Edi, dalam kapasitasnya sebagai terdakwa, mengungkap peran dua petinggi PT Bahana Line, Hendro Suseno dan Sutino Tuhuteru, dalam praktik penggelapan BBM yang diduga telah berlangsung sekitar 7 tahun itu.
Nama Direktur Utama PT Bahana Line Hendro Suseno disebut Edi sebagai orang yang berperan dalam penentuan harga pembelian atas bahan bakar minyak (BBM) hasil penggelapan, yakni di kisaran Rp 2.750 per liter untuk BBM jenis solar (HSD).
“Waktu saya telepon saudara Halik itu dia bilang, ‘bentar saya tanya Pak Hendro,” ujar Edi merujuk nama supervisor PT Bahana Line Muhamad Halik serta Direktur Utama PT Bahana Line Hendro Suseno.
Edi adalah pegawai outsourcing PT Meratus Line yang bertugas sebagai sopir pikap pembawa alat ukur pengisian BBM kapal. Dalam praktik penggelapan, Edi berperan sebagai penghubung antara sejumlah karyawan PT Meratus Line dan PT Bahana Line.
Kata Edi, di tahun 2017 atau 2018 ketika pihak PT Bahana Line membeli dengan harga rendah BBM jenis HSD (high density diesel) hasil penggelapan maka dirinya menelepon balik untuk meminta kenaikan harga.
Pada bagian lain, Edi menyebut nama Manajer Keuangan yang juga duduk sebagai Komisaris PT Bahana Line Sutino Tuhuteru saat jaksa menanyakan dari mana asal uang pembayaran atas BBM hasil penggelapan yang biasa diberikan secara tunai oleh staf operasional Dody Teguh Perkasa dan David Elis Sinaga.
Awalnya Edi mengaku tidak tahu dan tidak pernah menanyakan asal uang yang diberikan oleh Dody atau David sebagai pembayaran BBM hasil penggelapan. Lantas jaksa Estik mengingatkan keterangan Edi yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
“Yang saya ketahui pada saat saya melakukan penagihan kepada Dody dan David, apabila uang belum tersedia, maka akan dikatakan kepada saya bahwa pihak keuangan, dalam hal ini Sutino Tuhuteru atau Ratno Tuhuteru belum melakukan pengambilan uang dari bank,” ujar Estik membacakan isi BAP yang berisi keterangan Edi.
Ratno Tuhuteru yang disebut Edi adalah Direktur Operasional PT Bahana Line. Terhadap isi BAP tersebut, Edi membenarkan meskipun belum pernah bertemu langsung dengan Sutino Tuhuteru dalam kaitannya dengan pembelian BBM hasil penggelapan.
“Itu ‘by phone’ saja. Saya tidak pernah bertemu (Sutino Tuhuteru),” ujar Edi.
Pada persidangan sebelumnya, Kamis (16/2/2023), jaksa Estik mengonfrontir kepada terdakwa Muhamad Halik kesaksian Edi yang mengaku pernah menelepon langsung Hendro Suseno untuk meminta kenaikan harga.
“Telepon pertama tidak diangkat. Telepon kedua, sebelum saudara Edi bertanya langsung bilang ‘tanyakan kepada Muhamad Halik’,” ujar Estik.
Terhadap keterangan Edi tersebut, Halik mengaku tidak tahu kenapa Hendro Suseno meminta Edi menanyakan kepada dirinya.
Isu dugaan penggelapan BBM kapal yang menyasar pasokan BBM dari PT Bahana Line untuk kapal-kapal PT Meratus Line muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022 tentang dugaan penggelapan BBM jenis MFO dan HSD. Pada Maret 2022, kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan 17 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Praktik penggelapan BBM ini diduga telah berlangsung selama 7 tahun sejak 2015 hingga Januari 2022. Kerugian yang ditanggung PT Meratus Line diperkirakan mencapai Rp 50 miliar lebih.
Berdasarkan keterangan para saksi dan terdakwa, penggelapan dilakukan dengan cara tidak mengisikan seluruh pesanan BBM ke tangki kapal PT Meratus Line. Misalnya, dari pesanan 100 kilo liter hanya 80 kilo liter yang diisikan ke tangki kapal PT Meratus Line sedangkan 20 kilo liter diputar kembali ke tangki tongkang atau tanker milik PT Bahana Line selaku pemasok BBM.
Sejauh ini, para tersangka yang kini duduk di kursi terdakwa merupakan para pelaku lapangan. Padahal, dengan jumlah BBM yang digelapkan mencapai jutaan liter, mustahil para terdakwa dapat menjalankan operasinya tanpa dukungan dari pihak yang memiliki (marine fuel oil) atau minyak hitam yang juga menjadi sasaran penggelapan. MFO tidak mungkin dijual ke nelayan karena mesin kapal harus memiliki boiler untuk dapat mengonsumsi MFO.
Pada September 2022 lalu, Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto telah menandatangani surat perintah penyidikan (Sprindik) baru yang merupakan pengembangan dari perkara yang menyeret 17 orang tersebut. Sprindik baru itu diduga merupakan upaya pihak kepolisian mengungkap tuntas mafia BBM laut ini dengan menjerat aktor atau pun penadah yang ada di belakang para pelaku lapangan tersebut. {SN}