Ketua Majlis Hakim PN Surabaya Memvonis Notaris Pasutri Satu tahun

SURABAYA-Edhi Susanto dan Feni Talim (berkas terpisah) dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan surat kuasa oleh Majelis Hakim yang diketuai Suparno. Tanpa ragu, hukuman penjara selama setahun pun dijatuhkan terhadap pasutri yang berprofesi sebagai notaris tersebut.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa unsur pidana sebagaimana pasal dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki telah terpenuhi.

Sehingga, majelis hakim menimbang tidak ada alasan pembenar ataupun pemaaf yang dapat menghilangkan perbuatan pidana yang dilakukan oleh kedua terdakwa.

“Mengadili, menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP.

“Menjatuhkan pidana oleh karenanya dengan pidana penjara selama satu tahun dikurangkan dengan masa penahanan kota. Memerintahkan barang bukti berupa sertifikat hak milik (SHM) dikembalikan kepada korban,” tutur hakim Suparno saat membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (17/11).

Adapun pertimbangan dalam hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Edhi dan Feni telah merugikan korban Hardi Kartoyo. Untuk terdakwa Feni, majelis hakim menambahkan hal yang memberatkan tidak mengakui perbuatannya.

“Sedangkan hal yang meringankan, kedua terdakwa belum pernah dihukum dan berlaku sopan di persidangan,” kata hakim Suparno.

Putusan tersebut lebih ringan satu tahun dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut para terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Terhadap putusan tersebut, kedua terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya, Pieter Talaway langsung menyatakan banding. “Kami banding yang mulia,” tegas Pieter.

Usia sidang, Pieter Talaway saat ditemui menyampaikan putusan majelis hakim tidak mempertimbangkan rasa keadilan. Sebab, tidak ada kerugian yang diderita korban.

“Ya putusan majelis hakim yang menghukum kedua terdakwa justru tidak mempertimbangkan keadilan, dimana tidak ada bukti maupun fakta yang menunjukan bahwa saudari itawati yang disebut korban maupun suaminya sebagai pelapor menderita kerugian bahkan surat kuasa yang disebut palsu aja telah sesuai perintah si pelapor kepada terdakwa notaris Edhi,” jelasnya.

Sementara terkait banding, Pieter putusan majelis hakim perlu diteliti kebenaranya. “Masih banyak putusan hakim yang perlu diteliti kebenaranya, oleh karena itu saya ajukan banding,” tandas Pieter.

Dikatakan pula oleh Kuasa Hukum, Ronald Talaway, sudah dikembalian sertifikat kepada korban atau pelapor, itu dikuasai terdakawa notaris edhi tanpa melawan hukum, coba perhatikan pasal 372 KUHP (Penggelapan) kan tidak terpenuhi unsurnya, ada itu di berkas perkara setelah dinilai JPU maupun resume hasil gelar Polda Jatim selaku penyidik perkara, “ucapnya.

Untuk diketahui, Hardi Kartoyo berencana menjual 3 bidang tanah dan bangunan miliknya kepada Triono Satria Dharmawan, senilai 16 miliar. Legalitas ketiga aset tersebut berupa SHM atas nama Itawati Sidharta, istri Hardi Kartoyo.

Pembelian tersebut, rencananya akan dibiayai Bank Jtrus di Jalan Kertajaya. Pihak bank kemudian menunjuk notaris Edhi. Untuk memfasilitasi proses jual beli tersebut. Seiring berjalannya waktu ternyata terjadi pembatalan lantaran hasil ceking bermasalah.

Namun saat pengurusan maupun ceking tidak segera diselesaikan oleh Edhi Susanto. Dan sertifikat tidak dikembalikan. Ternyata, Feni melakukan cheking di Kantor BPN Surabaya ll sendiri menggunakan surat kuasa atas nama Itawati Sidharta yang terbukti palsu.

Akibat perbuatan kedua terdakwa, Itawati Sidharta mengalami kerugian menyusutnya luas lahan miliknya dan juga perubahan atas sertifikat tersebut. {SN}