SURABAYA-Satu orang saksi kembali dihadirkan dalam sidang dugaan asusila Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi. Satu saksi yang berasal dari pengawas santriwati ini disebut memastikan bahwa pada saat hari kejadian seperti yang dituduhkan dalam dalam dakwaan, korban tidak pernah keluar dari asrama.
Keterangan saksi yang juga pengawas asrama santriwati di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah ini diungkapkan oleh Ketua Tim Kuasa Hukum MSAT, Gede Pasek Suardika. Ia menyatakan, saksi yang didatangkannya memang berprofesi sebagai penjaga asrama santriwati.
Saksi tersebut, katanya, memastikan akan dapat mengetahui dengan mudah jika ada para santriwatinya yang hendak keluar asrama. Sebab, ada sistem dan penjagaan yang cukup ketat mengatur keluar masuknya santriwati dari dalam asrama.
“Saksi ini menerangkan aktivitas di asrama putri. Kami ingin memastikan tempus delicti dua peristiwa (dalam dakwaan) itu. Ia pengawas asrama putri, tahu persis keluar masuknya santriwati,” pungkasnya, Jumat (16/9).
Ia lantas menjelaskan, bahwa dalam dakwaan ada dua peristiwa dimana semua peristiwa yang dituduhkan itu, kesemuanya dimulai pada malam hari. Sehingga, dengan adanya saksi pengawas ini, pihaknya dapat memperjelas atas peristiwa yang dituduhkan.
“Ada 2 peristiwa, semua dimulai pada malam hari. Kalau konstruksi dakwaab jaksa ada yang bilang peristiwa satu terjadi pada jam 10 malam hingga besok siang hari. Lalu peristiwa ke dua ada yang mulai pukul 02.30 Wib dinihari,” pungkasnya.
Dikonfirmasi soal dua peristiwa itu, saksi pun memastikan bahwa tidak mungkin ada orang atau santriwati yang dapat keluar pada jam-jam tersebut di asrama putri. Sebab, untuk dapat keluar dari asrama putri, ada syarat yang harus dipenuhi. Salah satu syarat yang dimaksud adalah adanya ijin keluar yang hal itu harus melalui saksi.
“Dari penjelasan itu terungkap tidak mungkin ada orang keluar jam segitu di asrama putri. sehinga semakin menguatkan tempus delicti yang diajukan JPU (jaksa penuntut umum) tidak sinkron dengan peristiwa nyata. Karena mereka yang tahu syarat untuk keluar apa. Saya tanya apa korban minta ijin? ga ada,” tukasnya.
Ia lantas menjelaskan, selain soal ijin, sistem penjagaan untuk asrama putri jiga cukup ketat. Sebab, pada jam tertentu, asrama sudah dikunci oleh satuan pengamanan pondok.
“Pada jam tertentu (asrama) sudah dikunci. Ada juga satuan pengamanan pondok. Kalau oang keluar pasti melewati pagar dan lain-lain. Kalau pun ada yang keluar pasti dicek, benar ga dapat izin dan lain-lain. Kalau pulang dan balik harus pakai surat dengan tandatangan orangtua,” katanya.
Dalam hal kepengurusan asrama putri ini, ia menyebut setidaknya ada 12 orang pengurus yang menangani tempat tersebut. Ke 12 pengurus itu, memiliki tugas masing-masing yang akan dapat dengan mudah mendeteksi santriwati yang keluar masuk asrama.
“Jadi cerita itu hanya (cerita) tunggal, yakni dari cerita saksi korban saja. Dengan sistem pintu gapura ditutup, tidak akan ada orang keluar masuk seenaknya. Ada 3 bangunan 2 lantai yang setiap pintunya dijaga. Sistem pengamanan santriwati disini sudah bagus,” tegasnya.
Ia pun kembali menegaskan, dengan adanya keterangan saksi pengawas ini, membuat peristiwa yang ada dalam dakwaan menjadi tidak sinkron.
Sementara itu, JPU, Tengku Firdaus mengatakan, dalam sidang kali ini sebenarnya ada dua saksi yang dihadirkan. Namun hanya 1 yang diperiksa, dengan alasan karena ada hakim yang sedang ada keperluan. Disinggung soal keterangan saksi yang menguatkan alibi terdakwa? Firdaus enggan banyak berkomentar.
“Kualifikasi tidak bisa menyatakan menguatkan atau tidak. Biarlah nanti hakim yang menilai,” ujarnya singkat. {SN}