Saksi Pelapor : Selisih 2 M Saat Dilakukan Audit Internal Perusahaan

SURABAYA-Sidang perkara pidana dugaan pemalsuan data akta yang dilakukan terdakwa Benny Soewanda dan terdakwa Irwan Tanaya kembali digelar diruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi pelapor.

Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) Zulfikar mengajukan saksi korban Richard Sutanto yang dilanjutkan pembuktian dihadapkan ketua majelis hakim Martin Ginting.  Bahwa dalam keterangan itu, saksi Richard Sutanto juga sebagai pelopor menerangkan saat bagaiman dirinya diberhentikan selaku komisaris PT Hobi Abadi Internasinal (HAI) oleh tetdakwa Benny Soewanda yang menjabat kala itu sebaga Direktur utama dan Irwan Tanaya sebagai Direktur, melalui mekanisme rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang tidak pernah diketahuinya.

Saya mengajak Irwan dan Benny untuk mendirikan PT. Pendirian PT itu sejak tahun 2013.Karena merasa potensinya bagus,” ujar Richard saat memberikan keterangan selbagai saksi dalam sidang dipengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Senen (20/12).

Saksi dimuka Majlis mengatakan, bahwa Pemberhentian saya sebagai komisaris itu baru diketahui saat pihak bank menolak dirinya untuk meminta mutasi rekening. Karena ada perubahan dalam akta perusahaan yang menyatakan ia sudah bukan komisaris.

Pemberhentian itu menurut kedua terdakwa, berdasar pada hasil RUPSLB pada 3 November 2020 yang tidak dihadirinya.

Saksi menerangkan, saat dirinya diberhentikan ada tiga alasan yang tertulis dalam akta itu diantaranya, Bahwa Richard (saksi) menjabat komisaris dianggap bertindak seolah direksi.
Bahwa juga memerintahkan konsumen untuk membayar barang dagangannya ke rekening pribadinya. Dan tidak mengembalikan barang inventaris perusahaan. Itu semua tidak benar. Tegas saksi.

Saksi juga menerangkan, sebenarnya pemberhentian dirinya, tidak lepas dari hasil audit internal perusahaan. Ketika itu ditemukan ada selisih lebih dari Rp 2 miliar yang pertanggung jawaban kedua direksi ini tidak jelas.

Tak hanya PT. HAI juga punya utang terhadap dirinya sebesar Rp 9 miliar, lantaran Gaji per bulan sebanyak Rp 25 juta dan pembagian deviden juga tidak pernah dibayarkan. Ucap Saksi Richard.

Untuk diketahui perkara Benny dan Irwan diadili dan didakwa telah memasukkan keterangan tidak benar ke dalam surat pernyataan keputusan rapat perseroan terbatas tentang pengesahan dan pengangkatan anggota direksi dan komisaris perseroan yang baru. Dalam surat itu, Richard disebut diundang melalui iklan.

Dijelaskan dalam surat dakwaan Jaksa,  terdakwa Benny dan juga Irwan Tanaya disebutkan sengaja memasukkan beberapa keterangan yang diketahui sejak awal merupakan keterangan yang tidak benar ke dalam Surat Pernyataan Keputusan Rapat Perseroan Terbatas Nomor : 03 Tanggal 03 November 2020.

Adapun keterangan tidak benar itu diantaranya menyebutkan bahwa Komisaris PT HAI Richard Sutanto selama menjabat sebagai Komisaris Perseroan, senantiasa bertindak seakan-akan dirinya adalah pihak yang berhak dan berwenang bertindak dan atas nama Direksi Perseroan serta Mewakili Perseroan.

Richard juga dituding menguasai dan belum mengembalikan beberapa harta kekayaan (asset) perseroan, berupa mobil dan segala persediaan (inventory) barang-barang dagangan milik perusahaan.

“Terdakwa I (Benny Soewanda) dan terdakwa II (Irwan Tanaya) menyuruh saudara Adhi Nugroho SH M.Kn memasukkan suatu keterangan yang dikatahui oleh terdakwa I dan terdakwa II sejak awal adalah (keterangan) tidak benar ke dalam Surat Pernyataan Keputusan Rapat Perseroan Terbatas Nomor: 03 Tanggal 03 November 2020,” kutip surat dakwaan Jaksa Zulfikar.

Melalui dakwaan jaksa juga terungkap, para terdakwa sengaja tidak mengundang Richard secara prosedural sewaktu menggelar RUPS. Hal ini bertolak belakang dengan syarat-syarat formil RUPS yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas.

Atas perbuatannya itu, JPU menjerat terdakwa Benny dan Irwan dengan dakwaan pasal 266 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana. Adapun ancaman pidana dalam pasal itu ialah  7 tahun penjara. {SN}