Kuasa Hukum Aneka Pratama Plastindo: PHK Ini Anjuran PHI

SURABAYA-Sidang perkara Praperadilan, antara PT. Aneka Pratama Plastindo (sebagai pemohon) melawan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur (sebagai termohon) digelar diruang Tirta 2 pengadilan negeri (PN) surabaya, pada Rabu (15/12/2021), dengan Hakim Tunggal Johanes Hehamony SH MH.

Untuk sidangan praperadilan kali ini agendanya menyerahkan jawaban dari Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Timur, tanpa dibacakan.

Setelah berkas diserahkan oleh termohon, Johanes meminta persoalan diselesaikan secara baik-baik, “barang kali persoalan ini bisa dirunding, silahkan dirunding kembali”. Pinta Johanes.

Bagaimana apakah akan mau diadakan perundingan. Tanya Hakim. Sontak kedua belah pihak menolaknya.

Selesai sidang, ditanya apa persoalan Praper, penyidik Tenaga kerja Tranmigrasi, Hasan Mangale, mengatakan, persoalan ini sebenarnya sejak tahun 2019, Kawan-kawan pengurus serikat pada saat itu dilarang masuk, pada saat itu mereka sedang lagi libur natalan, dan pada saat itu sudah dikirimi surat peringatan. Harusnya kan peringatan dulu. Namun saat mau masuk sudah tidak diperbolehkan lagi bekerja dan langsung pihak perusahaan yang bergerak dibidang plastik itu menunjuk pengacara. Itu persoalannya. Jawab Hasan

Secara terpisah Aloysius Alwer, menjelaskan persoalan melakukan upaya melalui jalur Praper, kita kuasa hukum dari PT. Aneka Pratama Plastindo, yang berlokasi dikrian.

Kenapa kita melakukan uji materi tentang praperadilan, karena langkah kita dalam hal prosedur penanganan terhadap buruh yakni pekerja itu sudah sampai incrah.

Semua bermula dari mereka misalnya pekerja punya pelanggaran dikasiklah Surat peringatan (SP) 1 SP2 dan SP3, kemudian karena tidak puas kita lakukan yang namanya pengumuman.

Tentunya pengumuman dulu untuk memberitahukan bahwa akan dilakukan evaluasi, tetapi oleh buruh diterjemahkan lain.

Akhirnya mereka melakukan unjuk rasa didepan perusahaan, sehingga menutup semua pintu akses perusahaan, akhirnya perusahaan tidak bisa operasional.

Sehingga kita melakukanlah yang namanya depatri ternyata tidak ada titik temu, karena tidak ada titik temu maka kita keluarkan scorsing,

Selama Scorsing itu Lanjut Aloysius, pihak perusahaan juga membayar semua hak buruh utuh seratus persen, selama tiga bulan. Tegasnya.

Kemudian kita bersurat ke Disnaker, untuk dilakukan sidang mediasi, dari sidang mediasi dikeluarkanlah anjuran pada perusahaan.

Ada beberapa anjuran diantaranya bisa mengeluarkan PHK oleh perusahaan.

Anjuran kedua membayar hak buruh akan tetapi dengan alasan Efesiensi.

Sementara oleh perusahaan, 54 orang ini yang punya pelanggaran secara faktual secara hukum itu tidak terbantahkan. Tapi oleh Disnaker menganjurkan untuk membayar hak mereka dengan alasan Efesensi.

Tentunya perusahaan sangat dirugikan, kita mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) atas alasan Efesensi.

PHI memutuskan apa yang dilakukan oleh perusahaan, sudah sesuai prosedur, termasuk didalamnya adalah PHK. hanya saja menyangkut hak-hak dari buruh bukan alasan efesensi, tapi memang karena punya kesalahan. Kecuali 3 orang yang memang putusannya atas Efesensi. sisanya karena punya pelanggaran yang ada diperusahan, misalnya orang tidak masuk, tidak mengerjakan yang menjadi tanggung jawabya, alasan sakit namun tidak ada surat dari dokter.

Masih menurut Aloysius, setelah adanya putusan itu, perusahaan sudah mengamini. Namun mereka itu melakukan laporan ke Disnaker Propinsi, untuk dilakukan penyidikan, berpegangan dengan pasal 28 UU RI nomer 21 tahun 2000, tentang serikat pekerja, yang isinya antara lain, menerangkan siapa menghalang-halangi orang untuk melakukan kegiatan serikat dengan cara satu orang itu dimutasi yang kedua orang itu dipotong gajinya atau PHK.

Jelas PHK disini bukan kemauan Perusahaan tapi ini atas anjuran.

apakah perusahaan yang melakukan PHK atas anjuran PHI dianggap melakukan suatu pidana. Pungkasnya. {SN}