SURABAYA-Sudarmono dibekuk tim intelijen Kejaksaan Negeri Surabaya. Pria yang berprofesi sebagai pengacara tersebut tidak berkutik saat diamankan di luar ruang sidang Tirta 2, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Sebelum dibawa ke kantor Kejari Surabaya, Sudarmono sempat meminta ijin untuk ke kamar kecil dan menghubungi keluarganya.
Jaksa Rakhmad Hari Basuki, yang mendampingi tim intelijen Kejari Surabaya, saat melakukan penangkapan mengatakan, bahwa saat perkara itu disidangkan, dirinya saat itu sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) kedua dalam perkara Sudarmono.
“Jaksanya pas waktu itu Pak Manto (Sumanto) dan saya Jaksa keduanya,” kata Rakhmad Hari Basuki, saat ditemui usai penangkapan Sudarmono di PN Surabaya, Selasa (5/10/21).
Pada putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, sambung Hari, Sudarmono bersama koleganya, Sutarjo, telah divonis selama tiga tahun dan enam bulan penjara. Sudarmono kemudian melakukan upaya hukum banding.
“Namun, oleh majelis hakim tingkat tinggi, banding Sudarmono tidak diterima. Justru hukuman keduanya ditambah menjadi empat tahun,”imbuh Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jatim tersebut.
Di tingkat Kasasi, kata Hari, hakim agung membuat keputusan yaitu menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya dan menjatuhkan hukuman empat tahun penjara.
“ Putusan kita terima pada 2020 lalu,”katanya.
Selanjutnya Hari menjelaskan bahwa eksekusi kali ini sebenarnya akan dilakukan pada dua orang yakni Sudarmono dan Sutarjo. Sebab, menurut informasi yang diperoleh pihak Kejaksaan, dua oknom pengacara yang menjadi terpidana itu, sedang melakukan pendampingan sidang. “ Tapi yang hadir hanya satu, yaitu Sudarmono,” jelas Hari.
Saat ditanya terkait keberadaan Sutarjo, pihak kejaksaan mengaku masih melakukan pencarian.
“Informasi yang kita dapat, hari ini Sutarjo ada sidang di PN Surabaya. Namun setelah kita tunggu, Sutarjo tidak terlihat,” jelasnya.
Untuk diketahui, perkara ini berawal dari surat pengaduan ke MPD Gresik atas Akte No 3 Notaris Mashudi, SH MKn tanggal 18 Mei 2009 oleh terdakwa Sutarjo dan Sudarmono.
Terdakwa mendapat kuasa dari Khoyana untuk membuat dan mengirim surat pengaduan atas dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh notaris dalam pembuatan akte. Dugaan pelanggaran etik itu adalah pada waktu pembuatan akte tidak dibacakan, para pihak tidak menghadap dan tidak ada bukti pembayaran lunas oleh pembeli.
Notaris tidak terima atas pengaduan tersebut dan lalu melaporkan terdakwa di Polda Jatim hingga berlanjut di persidangan. Pasal yang didakwakan adalah pemalsuan surat pasal 263 KUHP, pencemaran nama baik dengan surat pasal 311 KUHP, dan pengaduan fitnah kepada penguasa pasal 317 KUHP.
Pada Surat tuntutan, jaksa hanya menuntut untuk pelanggaran pasal 263 KUH tentang pemalsuan. {SN/BS}