Mohon Keadilan di PN Surabaya, Suhartati Menangis Terisak-Isak Pada Hakim Ketua

Suhartati menunjukkan berkas kepada Hakim Ketau Johannes saat sidang dimulai.

DETEKTIFNEWS.com:Beduar Sitinjak

SURABAYA-Pasutri Messaskh dan Suhartati mencari keadilan sampai memohan dalam tangisan kepada Hakim ketua Johannes saat dimulai, Sidang Perkara Gugatan PMH No. 316, digelar digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada sore hari Rabu (3/2/21).

Dalam gugatan itu pihak penggugat merasa keberatan atas eksekusi rumahnya yang dilakukan oleh Panetera Pengadilan Negeri Surabaya dan Juru sita atas pengosongan rumahnya yang terletak dibukit Talaga Glof Blok TA6, Kav nomer 27 Kelurahan jeruk Kecamatan Lakarsantri Surabaya, yang tidak di kabulkan dan di tolak dalam Amar Putusan 987 / Pdt. G/ 2014 / PN Sby dengan memakai Amar Putusan yg di duga juga tidak sah dan tidak di Aanmaning dan tidak di beri teguran lainnya.

Atas dasar diduga eksekusi rumahnya tidak sah, sehingga Penggugat Ir. Suhartati Messaskh didepan Hakim Ketua Johannes memohon Keadilan,

“saya hanya memohon keadilan yang mulia, tolong kami yang mulia saya minta keadilan yang mulia, dan meminta agar di usut dan di Periksa terkait penemuan adanya penggantian dan Perubahan Bukti TT – 10 dan T I II III- 5 yg terdapat dalam Berkas Perkara 316, papar Suhartati memohon terisak isak mengeluarkan air mata didepan majelis Hakim.

Sampai Hakim memberi saran , “kalau begitu ibu harus tenang dulu”, kata Hakim Johannes menenangkan.
Didepan hakim, penggugat memberikan data yang diduga ada perubahan berkas, karena Berkas yang ditemukannya ada cap stempel basah.

Bukti perubahan itu ada dua stempel basah dan stempel copyan yang isi bukti tersebut juga telah berubah, katanya.
Namun, Hakim Johannes menolaknya, “kalau bukti itu diajukan lagi saya berubah sikap, Kata Johannes.

Saya minta keadilan karena ada dua cap stempel basah dan stempel fotocopy, itu yang merasa janggal pak Hakim. papar suhartati memohon. Tetapi Hakim Johannes menolaknya, “saya meminta ruangan ini bukan panggung emosi, dalam penyampaian tidak boleh emosi. Kalau ada bukti nanti ibu bisa dilampirkan dipembuktian saja”, tuturnya.

Ibu tidak boleh memaksa hakim dengan pernyataan Gimana gimana itu tidak boleh, ibu seakan menggiring opini dalam persoalan ini. saya minta untuk acara selanjutnya ibu melampirkan dalam kesimpulan saja. pungkas hakim sambil menutup sidang.

Usai sidang kepada Wartawan Suhartati menjelaskan. Sangat kècewa atas sidang saya barusan, sidang tujuannya untuk mencari keadilan. Karena ada bukti penetapan eksekusi yang berbeda dengan Amar Putusan pada saat jabatan Djamaludin dan Juru sita melakukan eksekusi terhadap rumah saya, dan tidak ada penyerahan obyek eksekusi pada Amar Putusan maupun penetapan, tetapi oleh Jurusita Joko Subagiyo di serahkan kepada Citraland lahan dan rumah saya.

Karena itu, bukti merekalah yang kami anggap menyimpang. Sebenarnya saya tadi ingin menjelaskan adanya cap basah, namun hakim merasa keberatan.
Pada saat itu tidak ada cap basah, setelah saya berjuang kami menemukan bukti yang kami rasa menyimpang, ada tanda tangan Nursyam, dengan adanya tanggal , hari dan tahun Pembuatan 14 November 2020 terus di coret atasnya, jelas pencoretan di buat oleh pembuat surat tersebut karena adanya kesalahan. Sedangkan kita tahu Pak NurSyam sudah tidak menjabat Ketua PN lagi dan sudah Pindah kehakim tinggi, jelas Suhartati.

Selain itu, tadi juga dipersoalkan oleh hakim melarang memfoto obyek, dan saya katakan tidak memfoto obyek tetapi dokumentasi pada saat inzage. Kenapa dilarang dan ada apa, ketakutan apa ini, saya menduga ada sesuatu dibalik perkara saya ini, imbuhnya.

Persidangan ini hanya formalitas, capek saya kalau keadilan seperti ini, kita mau menegakkan keadilan apa tidak?, kesal Suhartati.

Dikatakan tadi bukan sidang pembuktian, sebetulnya adalah agenda saksi tetapi oleh para Tergugat meminta sidang Urgent karena adanya temuan pada waktu Inzage sesuai intruksi hakim Johanes, jika penggugat merasa bahwa bukti yang ibu terima tidak sama dengan yang di buktikan oleh para tergugat dan Turut Tergugat.

Setelah inzage (proses pemeriksaan berkas banding), ternyata sangat terkejut penggugat mendapati bahwa Bukti yang di ajukan oleh Turut Tergugat pada TT – 10 dan T I II III – 5 sudah berubah dan di rubah di luar persidangan dan tidak sesuai lagi dengan yang semula di ajukan pada sidang Pembuktian oleh Para Tergugat dan Turut Tergugat yang mana meninggalkan bukti nyata bahwa adanya kejanggalan pada Bukti TT- 10, yang berubah halaman bertambah dengan penambahan tanda tangan Ketua Pengadilan dan Tanda Tangan Panitera Djamaluddin pada Penetapan Eksekusi no 77/ Eks/ 2018/ PN Sby jo 897/ Pdt. G / 2014/ PN Sby Jo 298 / Pdt. G/ 2016 / PT jo 2202 / K / 2017 tertanggal 14 November 2019, atas permohonan Eksekusi oleh Pemohon Eksekusi 2019 yang tidak pernah di Aanmaning dan di beri teguran lainnya.

Atas perubahan dan penambahan halaman pada penetapan di atas, justru di tambah dengan stempel basah pada masing-masing halaman sehingga ada 2 stempel menumpuk dengan stempel fotocopy dan di beri materai. Padahal, menurut penggugat pada pemeriksaan dengan teliti dan di buktikan pada daftar bukti TT- 10 sebenarnya adalah Fotocopy sesuai dengan salinan asli yang di beri materai cukup. Dan bukan legalisiran basah cap pengadilan.

Atas penemuan itu Para Penggugat menyampaikan di muka Pengadilan, tetapi di jawab dengan salah Presepsi oleh Hakim ketua dengan memberikan Pernyataan ”saya tidak merubah bukti ini”, kata Suhartati menirukan teguran Hakim ketua Johanes,.

Sedangkan para penggugat tidak menyebutkan, bahwa kemungkinan Yang mulia majelis Hakim Merubah tetapi justru meminta yang mulia Hakim Ketua untuk melihat dan memeriksa kembali dengan mengusut adanya perbuatan penggantian tersebut yang telah menjadi arsip Negara yang seharusnya dilindungi.

Karena adanya miss comunikasi itu, penggugat agak bersuara keras meminta kejelasan bagaimana ini bisa terjadi tetapi justru hakim ketua Johanes mengatakan, adanya keributan dan meminta untuk di skors sidangnya, terangnya.

“Dan tidak mendengar keterangan lanjutan lagi dan menyatakan untuk di masukkan dalam kesimpulan”, papar Suhartati.

Lanjut Suhartati, pada tanggal 12 Desember 2019 saya menerima surat pemberitahuan eksekusi pengosongan berdasarkan penetapan yang nomer registernya sama dengan yang pertama yang dikeluarkan tertanggal 14 November 2019, yang ditanda tangani oleh Djamaluddin (Panitera) yang saya temukan didalam persidangan perkara daftar bukti 316 oleh turut tergugat, diantaranya citraland dan tertugat 123 Ketua PN, Panitera dan juru sita.

Jelas adanya perbuatan melawan hukum disitu, penetapan yang dikeluarkan dengan register yang sama. Namun dikeluarkan pada 14 November 2019 itu bukan ketua PN yang menandatangi tapi Djamaludin yang menandatangani. Hak dari mana Djamaluddin bisa menandatangani eksekusi itu?. Seharusnya yang menanda tangani ketua PN, jelas ada pelanggaran, dugaan saya pelanggaran berat. Katanya.

Tambah Suhartati, Sedangkan penetapan itu, tidak ada Aamaning dan tidak pernah ada mediasi apapun, perintah eksekusipun tidak ada sama sekali, namun tiba-tiba pada 17 desember 2019 rumah saya sudah di eksekusi.