SURABAYA-Sidang perkara pidana dengan dugaan penggelapan terdakwa Liauw Edwin Januar dan Liem Inggriani yang digelar dipengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada (16/11) dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Didepan Majelis Hakim I Ketut Suarta, terdakwa merasa dirinya dibohongi oleh Kastiawan dan Oenik Djunani Asiem (pelapor), sehingga membuat dirinya menderita.
Saya tidak menduga pelapor yang awalnya teman, membuat saya dibenturkan dengan hukum. Ucap terdakwa Liem.
Ada beberapa pekerjaan yang kami lakukan antara suami saya (Edwin) Kastiyawan, saya tahunya dia itu pekerjaannya dibidang proyek, saya kenal Kastiyawan sudah lama, pekerjaannya mengerjakan proyek- proyek.
Terdakwa menjelaskan, bahwa awalnya suami saya, ada proyek PT. Kalitan untuk pembangunan Perumahan Kodim di daerah Balikpapan, sehingga proyek pembangunan itu membutuhkan modal besar, dan terjadi kesepakatan pemodal adalah suami saya dan Kastiyawan selaku Direktur PT. Kalitan.
Karena dalam pekerjaan proyek itu suami saya ditendang sebelum semuanya selesai, maka lanjut terdakwa ada sisa utang PT. Kalitan sebesar Rp. 3,7 miliar, dibank Mandiri, yang mengetahui pinjaman peruntukannya antara suami saya dan Kastiyawan.
Pinjaman itu jaminannya 4 sertifikat 3 sertifikat itu tanah milik bersama dan 1 sertifikat milik Edwin, karena pinjaman tidak lagi bisa diperpanjang akhirnya suami saya melunasi utang-utang itu dibank. Keluhnya.
Setelah itu dibuatlah kesepakatan bersama antara pihak Kastiyawan dan Edwin, disitu juga hadir Oenik dan juga saya.
Pada mulanya yang menawarkan tanah itu untuk dijual adalah Pak Kastiawan.
Namun Pada 2006 saya tanyakan ke notaris masalah 3 sertifikat itu. Karean tanah itu atas nama Oenik Djunani Asiem istri Kastiyawan.
Setelah itu lanjut terdakwa, dibuatlah perjanjian bahwa tanah tersebut adalah milik bersama, dan itu sudah ditanda tangani oleh para pihak, katanya.
Darwis, SH. selaku Jaksa menanyakan masalah proyek di PT. Kalitan, “apakah proyek pembangunan yang dikerjakan Kastiawan itu selesai, tanya jaksa. Selesai tidaknya proyek itu saya tidak tahu, setahu saya ada tiga sertifikat yang dijaminkan, 3 sertifikat itupun kurang untuk menutupi biaya pembangunan proyek, sehingga sertifikat milik saya juga buat jaminan. Jawab terdakwa.
Pinjaman akhirnya jatuh tempo, karena pinjaman itu tidak bisa lagi diperpanjang akhirnya suami saya yang melunasinya di Bank.
Setelah itu ada pembicaraan para suami-suami untuk menjual tanah milik bersama itu.
Setelah berjalan lama ada pembeli yang namanya Phien Thiono, suami saya menawarkan itu ke Pien Thiono. “Pembeli saat itu pak Phien Thiono”, Jelas saksi.
Setelah menemukan pembeli maka transaksi jual beli itu dilakukan di kantor notaris,”semua pihak hadir dalam jual beli itu.
Karena sudah sepakat dengan harga, maka terjadi transaksi, Phien Thiono memberikan 3 cek dan bisa dicairkan, cek itu saya titipkan dinotaris. Ucap terdakwa Liem
Ada tiga cek yang bisa dicairkan dan dibagi tiga, cek pertama Rp. 500 juta yang menerima Kastiyawan.
Setelah itu uang Rp. 500 juta dikembalikan lagi kepada saya, dan ada 2 lembar cek total semuanya. Rp 1.6 miliar.
Hasil penjualan itu, kenapa diserahkan kepada saudara, seharusnya hasil penjualan tanah milik bersama itu dibagi kepada para pihak, tanya jaksa.
Dalam hal ini semua hutang di PT. Kalitan yang bayar semua suami saya. Jawab terdakwa.
Namun, menurut pelapor setelah dihitung, menurutnya ada sisa penjualan dari tanah tersebut sebanyak Rp. 5.39 juta 600 ribu rupiah. tegas terdakwa.
Setelah itu, apakahll” ada somasi dari Oenik terhadap terdakwa, mengenai uang Rp 539 juta tersebut, “saya dua kali disomasi.
Pada saat somasi pertama itu, lanjut terdakwa, sudah\ saya bicarakan dengan oenik secara kekeluargaaan, walau dalam hati saya sebenarnya dia sudah mengingkari karena semua penjualan tanah itu untuk membayar hutang di PT. Kalitan, “ada niat saya membayar kalau memang itu diminta, dengan cara mencicil, namun Oenik tidak mau, setelah disomasi lagi saya takut, dan ternyata sudah ada gugatan dipengadilan.
Didalam gugatan itu, saya selaku tergugat. Dan gugatan itu meminta hasil penjualan sesuai dengan kesepakatan sebesar Rp 539 juta. Terdakwa mengatakan sisa itu, sudah saya bayarkan melalui konsinyasi.
Dijelaskan lagi oleh terdakwa, sebelum adanya konsinyasi penggugat tidak mau menerimanya dan akhirnya uang tersebut saya titipkan dipengadilan.
Seusai sidang Jaksa Darwis dari Kejaksaan Negeri Surabaya, mengatakan, benar ada pengembalian uang sebesar Rp. 539 juta melalui konsinyasi, namun masalah itu tidaklah menghilangkan pidananya, dibedakan masalah hasil jual beli tanah dan masalah pinjaman di Bank, tanah tersebut milik Oenik.
Untuk pembeli seharusnya menyerahkan uang tersebut kepada Oenik Djunani Asiem karena sertifikat itu atas nama beliau, kata Darwis. {Soni}