GINSI Jatim Terapkan Aturan Impor, Permudah Pelaku Usaha

Kiri, Romzi Ketua Ginsi Jatim bersama Tengah, Veri Anggriono Dirjen perlindungan konsumen dan tertib niaga kemendag dan Sebelah Kanan Budi Staf Ginsi Jatim.

DETEKTIFNEWS.com: Beduar Sitinjak

SURABAYA-Dengan Pemulihan kondisi ekonomi Indonesia, termasuk Jatim yang terpuruk akibat pandemi Covid-19, direspon oleh GINSI secara melakukan sejumlah langkah pemulihan oleh seluruh elemen bangsa, termasuk pengusaha ekspor dan impor.

Untuk itu Gabungan Importir Nasional Indonesia (Ginsi) Jawa Timur mengupayakan para importir dengan pemerintah terkait sejumlah kebijakan baru hingga problem yang mereka rasakan, dengan melaksanakan sosialisasi tentang Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 51/2020, sebagai revisi Permendag No. 28/2018 berapa tahun lalu.

Romzi Abdullah Abdat Ketua GINSI Jatim mengatakan, bahwa aturan tentang pemeriksaan dan pengawasan tataniaga impor setelah kawasan pabean atau post Border adalah aturan yang diberlakukan untuk mempermudah pelaku usaha, khususnya importir. Dan itu harus dilaksanakan melalui kewajiban Persetujuan Impor (PI), yang semua anggota mengetahui sosialisasi tersebut.

“Dengan demikian para importir harus mencantumkan data yang terdiri dari nomor, dari, tanggal atas dokumen PI persetujuan impor. Namun dalam pelaksanaannya untuk memperoleh PI, para pelaku usaha banyak menghadapi kendala atau harus menunggu dalam waktu sangat lama. Lebih khusus untuk komoditi besi atau baja, brondong dan turunannya,” ujar Romzi saat melakukan sosialisasi di Hotel Shangrila Surabaya, Rabu (18/11/2029).

Dan untuk mendapat PI tersebut, importir harus mendapat pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian yang lebih sulit lagi untuk mendapatkannya. Dampaknya, banyak importir yang mengalami kekurangan bahan baku. Bahkan banyak juga diantara mereka yang terpaksa menghentikan proses produksi.

“Mengingat besarnya ketergantungan terhadap bahan baku asal impor karena tidak diperoleh di dalam negeri. Kesulitan pengusaha untuk mengimpor barang tertentu terutama bahan baku mengakibatkan turunnya volume ekspor, menurunkan daya saing produk dalam negeri serta menurunkan pendapatan negara dari sektor bea masuk dan sektor jasa kepelabuhanan,” terang Romzy.

Untuk itulah, pemerintah memberikan kemudahan melalui aturan Post Border. Tetapi karena ada cela, banyak pengusaha yang justru memanfaatkan aturan ini sehingga pemerintah akhirnya melakukan pengetatan pengawasan melalui revisi Permendag nomor 28/2018. Dan ini harus dipahami, tutur Romzi.

Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan Veri Anggriono mengatakan, dengan terbitnya revisi ini, prosedur pemeriksaan dan pengawasan tata niaga impor dengan meniadakan persyaratan deklarasi mandiri (self declaration) akan diperketat. Ini sebagai konsekuensi atas kemudahan yang telah diberikan pemerintah bagi perusahaan impor.

“Mekanisme post border tujuannya mempermudah pelaku usaha dalam tata niaga impor. Namun, sebagai konsekuensinya Kementerian Perdagangan akan memperketat pengawasan barang impor setelah melalui kawasan pabean,” tandasnya.

Perlu diketahui, pemerintah menyiapkan peraturan untuk menyetabilkan pengawasan post Border. “Memberi kemudahan bagi pengusaha tetapi tidak menghilangkan kewajiban mereka. Jika dahulu kekurangan beberapa dokumen mengakibatkan barang tertahan di pelabuhan sehingga kena biaya gudang. Ini bisa dikeluarkan dan disimpan di gudang importir tapi dengan syarat barang tidak diperjual belikan dahulu. Baru bisa dijual saat sudah memenuhi persyaratan,” pesannya.

Harapannya, dengan adanya aturan baru ini akan muncul atau temukan importir-importir yang berkualitas, yang memiliki performa bagus untuk mendukung industri dalam negeri dalam memenuhi bahan baku di Indonesia.

Secara teknis, terangnya, proses self declaration yang dicabut tersebut akan diganti dengan kewajiban pemenuhan persyaratan impor lainnya, yaitu mencantumkan data persyaratan impor dalam dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) berupa nomor dan tanggal atas dokumen Persetujuan Impor (PI) dan/atau laporan surveyor (LS).

Dokumen tersebut, akan disesuaikan dengan masing-masing larangan atau pembatasan (lartas) impor pada masing-masing komoditas yang diatur oleh permendag lainnya.

Permendag No. 51/2020 juga memuat sanksi untuk pelaku usaha yang tidak atau salah mencantumkan data persyaratan impor dalam PIB, dan/atau mencantumkan jumlah atau volume impor barang dalam PIB yang tidak sesuai dengan yang dinyatakan dalam PI dan/atau LS.

Untuk Sanksi yang dikenakan berupa sanksi administratif. Kemendag bersama kementerian dan lembaga teknis lainnya juga akan terus memantau potensi pelanggaran di post border yang dilakukan pelaku usaha di Indonesia.