SURABAYA-Sidang lanjutan pasangan suami istri (pasutri) Kastiawan Wijaya – Oenik Djunani Aisem yang melaporkan pasutri Edwin dan ibu Leim, Kamis (22/10) kembali digelar.
Jaksa penubtut umum(JPU) menghadirkan saksi yang dianggap kunci, Kastiawan Wijaya.
Dari balik terali besi, sidang dengan pola Zoom (online), karena Kastiawan saat ini menjadi penghuni rumah tahanan kelas 1A Medaeng Sidoarjo.
Dalam kesaksiannya, Kastiawan tampak mbulet dan tidak konsisten.
Diawal persidangan Kastiawan mengaku tidak pernah ketemu dengan Pein Tiono dalam berbagai urusan, ketika dikejar oleh kuasa hukum terdakwa saksi Kastiawan mengaku mengetahui alamat dan tempat tinggal Pien Thiono.
INI. KERJASAMA
Sementara dalam perkara ini menurut Yavet Kurniawan Kuasa hukum ibu Liem dan Edwin bahwa awalnya yang menawarkan kerjasama bisnis properti itu adalah Kastiawan. Karena dia dulunya adalah kakak dari teman sekolah klien kami.
Lalu dia menawarkan beli tanah bersama dgn luas sekitar 46 ribu meter persegi seharga Rp 1 milyar. Kemudian ibu Liem minta suaminya mentransfer 500 jt ( pebuari 2005 ) ke bank BCA a/n Oei Kastiawan Wijaya untuk pembelian tanah tsb. Berjalannya waktu ibu Liem sering menanyakan bagaimana dgn pembelian tanah itu, tapi Kastiawan menjawab dgn alasan sertifikat masih diurus. Hingga 1.5 th kemudian Kastiawan baru mengatakan kalo sertifikat tanah sudah diatas namakan istrinya.
Karena itu mereka membuat surat pernyataan kepemilikan bersama di notaris Hangky Ribowo di Balikpapan.
Kemudian 3 sertifikat dan sertifikat rumah Edwin dijaminkan oleh Kastiawan atas nama PT. KALITAN di Bank Mandiri Balikpapan.
Pada saat jangka waktu kredit habis terjadi hutang PT. KALITAN di Bank Mandiri Balikpapan sebesar Rp 1,5 milyar. Edwin yg menebus jaminan di bank Mandiri dgn membayar melalui bank Panin Surabaya. Pokok dan bunga hutang yg menjadi kewajiban Kastiawan selama 1 tahun senilai 750 juta lebih tdk dapat diselesaikan. Akhirnya, mereka membuat kesepakatan, antara Oenik dan bu Liem bersama saksi Kastiawan dan Edwin untuk menjual tanah yang dibeli bersama guna membayar hutang PT. Kalitan. Dan dibuat Surat Kesepakatan tgl 17 maret 2008.
Pada 20 September 2008 setelah ada pembeli yakni Pien Thiono 3 sertifikat diambil okeh Kastiawan bersama ibu Liem di bank Panin tanpa dihadiri oleh Oenik.
Selanjutnya jual beli dilakukan di notaris Made Suta. Setelah transaksi jual beli selesai Oenik mengingkari kesepakatan yang sudah dibuat bersama. Dia minta pada ibu Liem bagian dari hasil penjualan 3 bidang tanah itu.
LAPOR.
Karena Oenik Djunani Asiem dan Kastiawan tidak memperoleh haknya yang sesungguhnya di pakai bayar hutang PT. KALITAN, dia tidak menerima hal ini, lalu di Januari 2009 Oenik menggugat di PN Surabaya & Juli 2009 melaporkan ke Polda Jatim.
Dalam gugatanya, Oenik minta sepertiga bagian dari hasil penjualan Rp. 1.617.980.000,- berarti sebesar Rp. 539.600.000,-
Sementara laporannya di Polda Jatim setelah dilakukan penyelidikan tidak bisa dinaikan ke penyidikan karena perkara ini menjadi wilayah perkara perdata maka penyidik mengeluarkan SP2HP.
Sementara itu Lanjut Yavet gugatan perdata PN Surabaya mengabulkan gugatannya dan mewajibkan terdakwa untuk membayar sepertiga bagian sebesar Rp. 539.600.000,-
Selanjutnya, ibu Leim banding dan putusan Pengadilan Tinggi menguatkan putasan PN Surabaya.
KONSINASI.
Setelah ada kekuatan hukum tetap, maka ibu Leim telah melaksanakan putusan PN Surabaya yang di kuatkan oleh PT. Ini dibuktikan dengan penetapan PN Surabaya, nomor 09/Kons/2014/PN.SBY
Dengan demikian seluruh kuwajiban ibu Liem dan Edwin secara hukum perdata dan pidana seharusnya sudah selesai.
Dan terakhir diketahu bahwa 3 sertifikat telah di palsukan oleh Kastiawan dan Oenik. Putusan Mahkamah Agung dan sudah inkrah, menetapkan Kastiawan di vonis 2 (dua) tahun dan Oenik selama 1.5. tahun harus menjalani hukuman penjara, ujar Yavet. {Soni}