Hakim Tanggapi Keputusan MK No. 35 dan Perdasu, Direktur Perusahaan Kayu Divonis 18 Bulan dan Denda 500 Juta

Hakim ketua Ahmad Virza sebelah kanan dan Johannes sebelah kiri baju batik yang mengadili perkara Tiga Direktur Perusahaan Kayu, saat dikonfirmasi DETEKTIFNEWS.com.

DETEKTIFNEWS.com:Beduar Sitinjak

SURABAYA-Perkara Tiga Bos Kayu yang ditangkap Ditjen Gakkum karena tanpa surat SKSHH-KO dinyatakan ilegal asal Papua. Sidang Agenda putusan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan terhadap kedua terdakwa masing-masing hukuman 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 500 juta atau subsider 2 bulan kurungan kepada Daniel Gerden dan Dedi Tandean, Jumat (27/9/2019).

Ketiga terdakwa Bos Kayu ini, Hanya dua yang dipidana hukuman badan dan pidana denda Korporasi oleh Majelis Hakim. Sedangkan terdakwa Thony Shaetepy hanya diputus hukuman korporasi dipidana denda 5 miliar.
Hakim Ketua Ahmad Virza membacakan Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Didik dan Yuda dari Kejari Tanjung Perak, yang sebelumnya menuntut keduanya dengan pidana 4 tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp 1 miliar atau subsider 6 bulan penjara.

Kedua terdakwa Daniel Gerden dan Dedi Tandean, menurut majelis hakim terbukti bersalah mengangkut kayu gergajian jenis Merbau tanpa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu Olahan (SKSHH-KO) resmi dari Pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 83 ayat (1) huruf G Junto pasal 12 huruf E Undang-undang No. 18/2013 Tentang Pencegahan, Pemberantasan Kayu ilegal dan Perusakan Hutan.

“Hakim ketua menyatakan, mengadili bahwa terdakwa Daniel Gerden dan Dedi Tendean terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan ketiga JPU. Menjatuhkan pidana kepada masing-masing terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. Menghukum terdakwa membayar denda 500 juta rupiah, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan selama 2 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Ahmad Virza membacakan amar putusannya.

Pertimbangan yang memberatkan, bahwa perbuatan kedua terdakwa merugikan pemerintah, sedangkan hal yang meringankan,terdakwa mengakui bersalah, sebab membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dengan cara yang salah.
Dari putusan majelis hakim ini, Jaksa Kejari Tanjung Perak dan kedua terdakwa sepakat menyatakan pikir-pikir.

“Kami pikir-pikir yang mulia. Kami akan berkoordinasi dulu dengan masyarakat adat Papua, sebab ada putusan hakim menyatakan kontainer kayu Merbau olahan tersebut dirampas oleh negara untuk diserahkan kembali pada pemerintah untuk pembangunan propinsi Papua,” kata Daniel Gerden dan Deni Tandean.

Sementara itu dalam perkara pidana korporasi bagi terdakwa Thony Shaetepy Direktur PT. Rajawali Papua yang satu memiliki Kayu 25 Kontainer tanpa SKSHH-KO ini, putusan majelis Hakim membayar denda 5 Miliar.

Hakim ketua Ahmad Virza ketika membacakan putusan dan terdakwa Daniel Gerden dan Thony Shaetepy . Sebelah kanan Fredrik kuasa hukum terdakwa.

Ketika dikonfirmasi Daniel Garden setelah keluar dari Ruang persidangan atas putusan Hakim mengatakan, bahwa sirinya ditangkap sampai sivonis sangat keberatan, karena Pemerintah tidak pernah mempertimbangkan kearifan lokal dan otonomi khusus di daerah Papua.

“Otonomi khusus kan sudah mengamanatkan bahwa seluruh perijinan dan kegiatan di papua diatur oleh Undang-Undang Otonomi Khusus dan turunannya”,jelasnya.

Lanjut Daniel, sedangkan dalam sidang audah didatangkan saksi dari tokoh papua 3 orang dan menyatakan bahwa Kayu yang dijual pada kami adalah Kayu oleh masyarakat seluruh Papua. Sehingga hakim harus mempertimbangkan untuk keadilan semacam itu ditegakkan debgan baik.
Yang paling menyakitkan ada 10 tersangka semua yang ditangkap oleh Ditjen Gakkum, pertanyaannya kenapa hanya kami yang masuk ke pemgadilan. Dan enam perusahaan samapi sekarang belum diadili di persidangan hal ini perlu kita pertimbangakan bersama-sama, ungkap Daniel.

“Ini kita betul-betul di jolimi, jadi kita butuh keadialan dan ada diskriminasi terhadap kasus kami ini”, anjur Daniel.
Hakim ketua Virza yang didampingi Hakim Johanes saat dikionfirmasi mengabaikan keputusan MK No 35 dan otonomi khusus dan Perdasu dalam tanggapannya menyatakan, Dalam dakwaan nya itu sudah jelas tidak ada didalam yang dijadikan sebagai acuan.
Kalau pembelaan mereka tentang perdasus silahkan saja, wilayahnya sekarang di pengadilan Negeri Surabaya. Sedangkan kita pakai hukum nasional.”Kalau hukum nasional kita tarik kesana khan tidak hukum nasional lag. Sedangkan keputusan MK No. 35 tersebut belum mengadopsi kesana”, ujar Johanes.

“Regulasi-regulasi masih tetap seperti itu, jadi hakim tidak punya wewenang menguji secara materil dalam perkara pidana yang mereka mau. Jadi terserah mereka lah yang menilai,” tuturnya.
Johanes menambahkan, kalau mengenai Perdasu dan Perdasi, Hakim tidak mengemilasi haknya mereka. Hak.mereka tetap sesuai dengan perundang undangan, tetapi proses pengiriman barang-barang Kayu olahan, gergajian ke wilayah yang lain ada peraturan-peraturan yang harus di indahkan. Teristimewa pasal 12 itu yang menjadi acuan dakwaan JPU dan dilengkapi dengan surat SKSHH-KO. Mreka iti keterngan perusahaan.

“Keterangan perusahaan itu sudah dipertimbangakan dan tidak bisa diterjemahkan sebagai SKSHH-KO yang mereka maksud, mereka paksa saja harus dibebaskan maupun di Onslag kan dengan pedoman itu. Sekarang Jaksa menghadirkan terdakwa dengan dakwaan yang ada, masak kita harus bermain diluar pagar”, tegas Majelis Hakim Johanes.

“Mengenai Thony Shaetepy Direktur PT. Rajawali Papua hanya tindak pidana korporasi putusan vonis denda 5 miliar, dalam dakwaan Jaksa tidak ada pidana badan untuk sebagai acuan kita”, ingatnya.