DETEKTIFNEWS.com: Beduar Sitinjak
SURABAYA-Sampai 3,5 bulan lamanya, akhirnya rentut turun untuk perkara PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) yang diduga terjerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Olivia BR Sembiring, melalui JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya.
JPU menilai, terdakwa PT. TPS melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 6 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menuntut terdakwa Perusahaan TPS dengan denda Rp 14 miliar, terdiri Rp 10,6 miliar dan Rp 3,9 miliar yang menjadi barang bukti dirampas untuk negara,” kata Yusuf di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (30/7/2019).
Dalam dakwaan, PT TPS anak perusahaan PT Pelindo III berdiri sejak tahun 1999. Hingga sampai tahun 2014, Direktur Utama dijabat oleh Rahmat Satria. Selanjutnya bulan Juli 2014, susunan direksi diubah menjadi Dothy selaku Direktur Utama, William Wassaf Khoury selaku Wakil Direktur Utama, Asma El Moufti selaku Direktur Operasional, Nur Syamsiah selaku Direktur Keuangan dan Kartiko Adi selaku Direktur Teknik.
Saat Rahmat Satria menjabat Dirut TPS dan punya kekuasaan, David Hutapea meminta pekerjaan atau proyek di PT TPS. Rahmat Satria kemudian menyarankan agar David Hutapea segera membuat perusahaan. Kemudian David Hutapea mendirikan perusahaan bernama PT Akara Multi Karya (PT AMK) sebagai komisaris dengan Direktur Utama Augusto Hutapea.
Setelah itu, David Hutapea diperkenalkan dengan Firdiat Firman alias Yayak Firman tak lain saudara Noni. Tujuannya, agar Firdiat bisa meyakinkan Direktur Utama Pelindo III, Djarwo Surjanto memberikan kesempatan kepada PT AMK melakukan operasionalisasi di wilayah PT TPS. Dengan bagi hasil Firdiat Firman 25%, Rahmat Satria 25%, Djarwo Surjanto 25% dan PT AMK 25%.
Menanggapi hal tersebut, Sudiman Sidabukke kuasa hukum PT TPS mengaku, tuntutan JPU diuar ekspektasi. Karena, dari segi pendekatan hukum, kejahatan harus ada dan terbukti, mengingat asal kejahatan dari tingkat Pengadilan sampai Mahkamah Agung semua tidak terbukti. Hal ini terlalu dipaksakan, ujarnya saat pembacaan tuntutan bulan juli lalu.
Sudiman Sidabukke kuasa hukum TPS mengaku kecewa dengan kinerja JPU, sebab, untuk agenda sidang penuntutan tertunda mulai akhir April hingga akhir Juli 2019. “Tuntutan 3,5 bulan sedemikian lamanya merupakan top score. Saya sudah puluhan tahun jadi pengacara baru kali ini sidang tertunda lama,” akunya.
Dalam sidang lanjutan kali ini mengajukan pledoi (pembelaan), Sudiman Sidabuke, SH, MH kuasa hukum TPS mengatakan, predikat klien kami adalah didakwa dan dilakukan teman-teman terdahulu adalah Djarwo Cs dan putusannya itu adalah, dari tingkat pengadilan Negeri Surabaya sampai kasasi tingkat Mahakamah Agung (MA) semuanya bebas, tegasnya di ruang Cakra 1 PN Surabaya, Selasa (20/8/2019).
Artinya, predikat klien sama sekali tidak terbukti. Persoalannya sekarang pada saudara penuntut umum, yang diterima TPS dari PT. Akara tidak terbukti TPPU. Maka secara norma kalau tindak pidana pencucian uang tidak ada bukti, Lalu yang kedua, selama sidang berlangsung sama sekali tidak pernah ada bukti yang mengatakan bahwa duit yang diterima TPS tindak pidana pencucian uang.
Satu hal yang saya sampaikan pada majelis hakim,” ternyata dari segi normatif dan perundang-undangan bahwa apa yang dilakukan TPS bekerjasama dengan PT. Akara itu terkait jasa, bukan jasa kepelabuhanan dan PT. TPS adalah Badan Usaha Pelabuhan (BUP), demikian intinya majelis hakim yang mulia juga jaksa penuntut umum (JPU),” ungkap Sudiman Sidabuke membacakan pembelaannya di persidangan.
“Maka terdakwa TPS yang diwakili teman-teman yang hadir saat ini, agar dibebaskan atau setidak-tidaknya dilepas dari segala tuntutan”, mohon Sudiman pada majelis Hakim.
Usai persidangan, Sudiman Aidabuke ketika di konfirmasi Detektifnews menyatakan, pledoi yang kami akukan ratusan halaman. Tetapi intinya adalah, kalau untuk TPPU yang sekarang dakwaan itu harus ada pidana pokoknya atau pernikat crime.
Lanjut Sudiman, Nah, Precate Crime nya itu tidak terbukti mulai dari Pengadilan Negeri samapai ke Mahakamah Agung, kalau precate crime tidak terbukti otomatis Tindak pidana pencucian uangnya tidak ada, ungkapnya.
“Karena itu, maka kita minta dibebaskan atau dilepaskan dan duit yang disita Rp. 14 miliar mulai tahun 2016 dikembalikan ke Perusahaan TPS”, tegas Sudiman.