GPEI Jatim: Manfaatkan Perang Dagang Cina-Amerika Momentum Paling Tepat

SURABAYA, {DETEKTIFNEWS.com}-Kondisi impor pasar global diyakini membawa pengaruh terhadap turunnya ekspor produk Indonesia ke negara lain, termasuk di Jawa Timur. Namun, di tengah kelesuan pertumbuhan ekspor dalam negeri tersebut masih menyimpan peluang terkerek naik.

“Kami manfaatkan perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat,” tukas Ketua DPD Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur, Isdarmawan Asrikan dikonfirmasi, Selasa (25/6/2019).

Menurutnya, perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat, menjadi momentum paling tepat untuk dimanfaatkan dalam rangka menaikkan peluang produk ekspor Indonesia, termasuk di Jawa Timur. Alasannya, produk-produk ekspor Indonesia, seperti garmen, sepatu dan sektor perikanan, di antaranya udang dan ikan peluangnya masih cukup bagus. “Termasuk komoditi makanan, misalnya kopi dan kakao atau cokelat,” yakinnya di sela Halal Bihalal (Halbil) Forum Komunikasi Asosiasi Kepelabuhanan Tanjung Perak yang berlangsung di Surabaya.

Hanya saja, Isdarmawan mengaku, masih ada sedikit hambatan untuk menaikkan posisi ekspor dalam negeri. Masalah yang dirasakan dunia usaha tersebut terkait kebijakan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan daerah. “Usulan kami, perlu dibentuk task force,” kata Pak Is, sapaan akrab Isdarmawan Asrikan.

Task force untuk meningkatkan ekspor Indonesia ini, jelas Pak Is, berasal dari kalangan pemerintahan, dinas terkait dan dunia usaha. Selanjutnya, task force tersebut melakukan inventarisasi hambatan termasuk solusinya serta menginventarisasi pasar untuk mengembangkan pasar-pasar non tradisional.

“Tapi, kunci utama di masalah ekspor adalah daya saing yang masih kalah dibanding negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand yang cukup agresif,” ingat pengusaha kopi dan kakao ini usai menjalin kesepakatan Forum Komunikasi Asosiasi Kepelabuhanan Tanjung Perak dalam mendukung eksistensi GPEI Jatim meningkatkan ekspor dalam Halbil tersebut. [dropcap][/dropcap]

Apalagi, di Jawa Timur yang lebih didominasi sektor manufaktur, hampir 70% bahan bakunya masih impor. Hal ini, lanjutnya, harus diupayakan semaksimal mungkin agar tercipta substitusi, meski dari beberapa data impor tercatat naik. “Tapi, ada juga barang modal, seperti mesin dan lain sebagainya yang belum bisa langsung dirasakan. Untuk pabrik-pabrik, mungkin baru dirasakan sekitar akhir tahun atau awal tahun depan. Dengan harapan, kalau industri-industri nanti bisa bergerak bagus, saya optimis ekspor kita bisa naik,” yakin Isdarmawan yang juga ketua panitia Halal Bihalal yang dihadiri Ketua Kadin Surabaya Jamhadi, Ketua DPW APBMI Jatim Kody Lamahayu, Ketua DPC INSA Surabaya Stenvens H Lesawengen, Ketua BPD GINSI Jatim Romzy Abdullah Abdat, Ketua DPW ALFI Jatim Hengky Pratoko dan Direktur Operasional dan Komersial PT Pelindo III Putut Sri Muljanto.

Menyoal kesepakatan bersama itu, Isdarmawan berharap, ada keuntungan yang diperoleh melalui mitra dialog dan komunikasi untuk mengerek naik posisi ekspor dalam negeri, khususnya di Jawa Timur. Bahkan, keyakinan tersebut ditambah dengan 700-1000 petani kakao mitra binaan aktif GPEI Jatim yang tersebar di Pacitan, Trenggalek, Blitar, Malang dan Bondowoso. “Makanya, pabrik-pabrik cokelat yang ada di Singapura dan Johor Baharu Malaysia untuk mencari bahan baku (kakao/cokelat, red) sampai merelokasi diri ke Gresik. Ini juga peluang yang harus ditangkap agar dikembangkan para petani di Jawa Timur,” tutur Pak Is didampingi 6 ketua asosiasi kepelabuhanan yang mendukung GPEI Jatim.

Selain itu, GPEI Jatim juga mendorong potensi garmen dan udang, termasuk furnitur serta produk sepatu dan makanan seperti kopi. Sebab, Indonesia salah satu surga kopi dunia, termasuk kakao atau cokelat. “Makanya, saya punya program membantu petani kakao yang 1000 orang tersebut,” cetusnya. {SA/Red}