Terkait Dugaan Pemerkosaan, PS Melaporkan Balik Eln Tentang ‘Laporan Palsu dan Pencemaran Nama Baik’ Serta Menggugat PMH

Benhard Manurung, SH, M. Hum Kuasa hukum PS saat Jumpa Pers, Rabu (19/6-2019)

DETEKTIFNEWS.com: Beduar Sitinjak, SH

SURABAYA-Terkait laporan dugaan pemerkosaan ke Polrestabes oleh berinsial Eln yang didampingi pengacaranya dengan tudingan dilakukan PS juga sebagai Advokat adalah, diduga dibalik permasalahan ini ada otak intelektual serta bentuk setingan yang tidak mendasar untuk dibuktikan secara hukum pidana.

Dalam hal laporan tersebut pada juni lalu, sehingga menimbulkan keresahan ditengah masyarakat dan fitnah serta mencemarkan nama baik kepada klain kami “Karena dari pihak pelapor telah memberikan keterangan pemerkosaan yang di expose beberapa media dan ini suatu bentuk opini yang tidak menghargai serta mengedepankan praduga tak bersalah,” tegas Benhard Manurung, SH, M. Hum dalam Jumpa Pers di Depot Rudy Jl. Anjasmoro Surabaya, Rabu (19/6-2019).

Benhard Manurung mengatakan, terkait permasalahan hukum yang dihadapi klien Kami PS yang diduga melakukan pemerkosaan yang dilaporkan Eln ke Polrestabes Surabaya yang sudah di beritakan di beberapa media tanpa menegedepankan praduga tak bersalah, sehingga Kami dari Kuasa hukum PS juga melaporkan balik saudara Eln ke Polda Jawa Timur tentang ‘Laporan palsu dan pencemaran nama baik’.

Untuk itu perlu kita buka dulu unsur yang dilaporkan, agar masyarakat bisa membaca dan menelaa sehingga tidak timbul opini-opini, sebab pembentukan opini yang tidak benar yang justru menyesatkan ditengah masyarakat. Sehingga hukum ini bisa di tegakkan secara lurus dan terang benderang, jelas Benhard.

Sedangakan pasal 285 kuhp itu berbunyi, barang siapa, dalam hal ini kita kaji dulu barang siapa. Yang berarti seorang manusia yang umurnya 18 tahun terpidana yang berarti sudah cakap. Terus ancaman kekerasan, yang dilakukan konstruksi oleh pihak Polrestabes. Dan kami sebelumnya mengucapkan banyak terimakasih (aplous) terkait masalah kedudukan porsinya penyelidikan ini terang benderang.

Sehingga dari sana didapatkan hasil olah TKP yaitu 1. ancaman kekerasan tidak terjadi. Yang ke 2. Adanya perlawanan atau teriakan juga tidak terjadi, malah rekonstruksinya kuasa hukum pelapor yang mempraktekkan itu di lokasi TKP. “Berarti itu sudah suatu resume dari pembenaran kesimpulannya tidak pernah terjadi adanya dugaan pemerkosaan, Locus dan tempus delicti jelas”, terang Benhard.

Benhard merinci, Seadangkan dalam situasinya dalam laporan dikatakan Rooling door, tetapi bukan rooling door. Namun hanya kaca yang visa dilihat dari segala ara. Juga kejadian dilaporkan pukul 14.00 padahal di TKP dalam pengakuan pukul 16 terjadi. “Jadi suatu hal yang tidak mungkin”, tandasnya.

“Saya juga mengharapkan kepada kuasa hukum pelapor, cobalah kita ini sama-sama pengacara harus ada namanya Officium  Nobile ( jadilah profesi terhormat atau saling menghargai) bukan terus memberikan wacanana-wacana tidak tepat yang justru menjatuhkan martabat advokat. Marilah kita dudukkan perkara ini kepada hukum acara yang benar,” imbau Benhard yang sudah puluhan tahun berpengalaman dibidang Advokat ini.

Kata Benhard, Karena klien kami dirugikan dan merasa tidak melakukan, maka klain kami melaporkan juga ke Polda atas pembuatan laporan palsu dan pencemaran nama baik dengan Laporan Polisi Nomor: LPB/463/2019/UM/SPKAT. Sabtu 1 Juni 2019 yang diterima oleh SPKP dari pada Polda Jatim. Telah melaporkan Eln, setelah itu kami pun melakukan gugatan perdata dengan Nomor perkara 563/19 tgl 10 Juni 2019 perihal perbuatan melawan hukum (PMH) yang sudah diajukan ke PN Surabaya.

“Mengapa klien kami menggugat ini secara perbuatan melawan hukum, karena memang kalau dari pandangan kami secara hukum maupun hukum acara perdata ini sudah masuk unsurnya, karena 385 PMH unsurnya harus ada 3. Yaitu; 1. Adanya kesusilaan ketertipan umum. 2. Hak-hak martabatnya klain kami yang terganggu sebagai manusia juga sebagai profesi Advokat dan 3. Dia terjolimi”, urai Benhard.

Bukti laporan ke Polda Jatim

Perlu diketahui sebelumnya, Tim Penyidik Pelayan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya melakukan olah di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dugaan tindak pidana pemerkosaan yang dituduhkan kepada PS, seorang Advokat berkantor di Jl. Pandegiling, Kota Surabaya, Senin (17/6/2019) lalu. Dari hasil olah TKP tersebut, dapat disimpulkan tidak penah terjadi pemerkosaan. Hal ini diungkap oleh Kuasa Hukum Terlapor, Rahman Hakim, kepada wartawan.

Rahman Hakim menjelaskan, sebelum dilakukan olah TKP, Terlapor (PS) dengan sangat koperatif menghubungi Penyidik agar dilakukan olah TKP di kantornya (TKP). Bahkan, PS mempersilahkan Penyidik PPA Polrestabes Surabaya membawa serta Pelapor dan Pengacara Pelapor untuk datang ke lokasi kejadian. “Agar kejadian terungkap dengan terang benderang, klien saya mempersilahkan Pelapor dan Kuasanya untuk hadir dalam olah TKP,”kata Rahman Hakim.

Rahman menerangkan, dalam oleh TKP versi Pelapor, Penyidik menemukan beberapa identifikasi. Agar berita di media massa tidak simpang siur sehingga mempengaruhi kinerja Penyidik, maka kuasa hukum PS lebih lanjut menerangkan hasil identifikasi yang dapat disimpulakan dari olah TKP Penyidik PPA Polres Surabaya adalah sebagai berikut:

Reka tudingan pemerkosaan di Kantor PS Lawyer Legal di Jl Pandegiling Suarabaya

Indentifikasi 1: Pelapor menerangkan datang jam 06.00 Wib dan Terlapor datang jam 09.00 Wib. Kemudian Terlapor menyuruh Pelapor untuk foto copy berkas.

Indentifikasi 2: Pelapor mengaku karena berkas yang akan di foto copy banyak, maka Terlapor bolak-balik kantor untuk foto copy berkas-berkas. Pelapor mengaku Terlapor berada di ruang kerjanya.

Indentifikasi 3: Setelah foto copy sekitar pukul 16;00 Wib (4 sore) Pelapor Mandi di kamar mandi Kantor. Pelapor mengaku tidak memiliki peralatan mandi dan tidak membawa handuk. Untuk diketahui, luas kamar mandi hanya 0,5 meter x 0,5 meter.

Indentifikasi 4: Setelah mandi Pelapor duduk di meja kerja Pelapor yang posisinya berada ruang tamu.

Indentifikasi 5: Pelapor mengaku dipanggil keruang meja kerja Terlapor di ruang tengah. Jarak antara meja kerja Pelapor dengan meja kerja Terlapor sekitar 3 meter dan antara ruang kerja Pelapor dengan Terlapor ada sebuah pintu kaca. Bukan Rolling Door seperti yang disampaikan Kuasa Hukum Pelapor di media massa.

Indentifikasi 6: Pelapor mengaku mendatangi Pelapor di ruang Kerjanya. Kemudian, Pelapor mengaku Terlapor mengangkat baju Pelapor sebatas dada. Dalam identifikasi tersebut, tidak diterangkan ada sobek BH atau baju Pelapor seperti yang disampaikan Kuasa Hukum Terlapor di media massa.

Indentifikasi 7: Pelapor mengaku didorong dari belakang oleh Terlapor ke sofa. Jarak antara Sofa dan bangku Pelapor sekitar 1 meter.

Indentifikasi 8: Pelapor mengaku Terlapor [dropcap][/dropcap]buka celana setengah lutut.

Indentifikasi 9: Setelah terduduk di Sofa, Pelapor mengaku Celana panjang dan celana dalam Pelapor dibuka sekaligus oleh Terlapor hingga batas lutut.

Indentifikasi 10: Kemudian, Pelapor mengaku Terlapor menutup pintu kaca pembatas antara meja kerja Terlapor dengan meja kerja Pelapor (ruang tamu). Pelapor juga menerangkan pintu utama tidak dikunci dan terbuka sedikit.

Indentifikasi 11: Pelapor mengaku dalam posisi celana panjang dan celana dalam berada di bawah lutut kaki Pelapor terangkat sambil ditengkuk.

Indentifikasi 12: Pelapor mengaku Terlapor menindih dari depan dengan tangan kanan Pelapor memegang sofa. Bila dianalisa pengakuan Pelapor membuktikan, saat pemerkosaan terjadi, Pelapor tidak berada dalam paksaan atau tekanan dan keterangan ini membantah keterangan Kuasa Hukum Pelapor di media massa yang menyebut Terlapor menutup (membekap) mulut Pelapor.

Indentifikasi 13: Pelapor mengaku memasukkan alat vitalnya dari depan dengan posisi kaki ditengkuk dan celana panjang dan celana dalam berada dibawah lutut. (Penyidik berulangkali mencoba membenarkan saat posisi alat vital Terlapor dimasuk, karena menurut Penyidik tidak mungkin memasukkan alat vital dari depan).

Indentifikasi 14: Pelapor mengaku setelah pemerkosaan terjadi, Pelapor memakai celananya kembali. Kemudian menuju tempat duduk meja kerjanya diruang tamu.

Indentifikasi 15: Pelapor mengaku kencing ke kamar mandi.

Indentifikasi 16: Setelah kencing Pelapor mengaku kembali duduk di meja kerjanya di ruang tamu.

Indentifikasi 17: Pelapor mengaku memanggil ke ruang kerja Terlapor. Pelapor mengaku menerima uang sebesar Rp.400.000,- untuk membeli obat Pil Anti Hamil. Pelapor mengaku disuruh Terlapor untuk membeli pil anti hamil.

Indentifikasi 18: Setelah menerima uang Rp.400.000,- dari Terlapor, lalu dengan berjalan kaki, Pelapor membeli obat pil anti hamil di sebuah Apotik yang jaraknya sekitar 10 s/d 20 meter dari kantor Terlapor. Dari keterangan penjaga Apotik Pelapor membeli pil anti hamil seharga Rp.200.000,-. Awalnya Pelapor mengaku tidak meminum obat pil anti hamil tersebut. Namun, saat di Apotik Pelapor mengaku meminum 1 pil anti hamil tersebut.

Indentifikasi 19: Pelapor mengaku membeli nasi bungkus di depan kantor Terlapor. Kemudian usai magrib (waktu buka puasa) Pelapor makan nasi tersebut disaksikan orang tua Pelapor. Pelapor mengaku orang tua pelapor datang ke kantor Terlapor saat akan berbuka puasa.

Dalam keterangannya, terang Rahman, Pelapor mengaku ada pistol dilaci Terlapor. Sementara, saat dilakukan olah TKP, laci Terlapor tidak memiliki kunci dan penuh dengan alat-alat kantor. Bahkan Penyidik memeriksa seluruh lemari dan laci yang ada diruang kantor Terlapor. Penyidik menemukan tak satupun lemari dan laci Terlapor terkunci.

“Berdasarkan, keterangan saksi, menerangkan Terlapor tidak pernah memegang kunci kantor. Karena didalam kantor ada Pompa air yang berfungsi untuk cucian sepeda motor. Jadi Pompa Air itu sewaktu-waktu harus dimatikan dan dihidupkan untuk mengisi tempat penampungan air cucian sepeda motor,” papar Rahman.

Agar berimbang, Rahman juga menyampaikan olah TKP Versi Terlapor adalah sebagai berikut :

Terlapor mengaku menyuruh Pelapor memfoto copy berkas-berkas untuk dipakai sebagai pembuktian dalam perkara di Pengadilan Negeri Lamongan. Adapun jumlah berkas yang difoto copy Pelapor sebanyak 60 berkas. Yang akan dibuat menjadi 6 bendel. Terlapor juga menyuruhkan Pelapor untuk menyusun barang-bukti tersebut.

Terlapor mengaku konsentrasi di meja kerjanya membuat nota pembelaan hingga pukul 03.00 Wib (Senin pagi). Kemudian pelapor melanjutkan, Senin, dan selasa. Selasa pagi sekitar pukul 05.30 Wib nota pembelaan tersebut baru selesai.

Dalam berkas pembuktian tersebut ada tulisan tangan Pelapor. Artinya, pada hari minggu hingga Senin terbukti Pelapor menyusun berkas-berkas pembuktian tersebut. Karena Senin tanggal 27 Mei 2019 (setelah kejadian) Terlapor masih masuk kerja membenahi berkas-berkas pembuktian tersebut.
Berdasarkan beberapa keterangan saksi dan Terlapor, sofa tempat pemerkosaan terjadi penuh dengan tumpukan seragam dan toga Advokat serta 2 kardus minuman mineral.

Berdasarkan keterangan saksi yang tidur di kantor Terlapor, dari pukul 14.00 Wib hingga magrib, saksi berada diruangan tamu bersama salah seorang anak Pelapor. Bahkan, saksi mengaku buka puasa bersama dengan Pelapor dan orang tuanya.

Saksi juga mengaku salah seorang Advokat masuk keruang kerja Terlapor.
Saksi mengaku isteri Terlapor pada sore antara pukul 16.00 Wib 17;00 wib datang keruangan kerja Terlapor.

Sebelumnya, pada hari Jumat, tanggal 31 Mei 2019, Media Online www.sindikat post.com memuat berita dengan judul: “Diduga Memperkosa, Oknum Pengacara Dilaporkan Ke Polrestabes Surabaya”. Isi dari berita tersebut Terlapor menerangkan, “Sekitar pukul 14:00 Wib saya ijin mandi dan setelah mandi saya duduk dikursi saya dan saya dipanggil didalam dan dipeluk serta didorong disofa, baju saya ditarik dan celana saya disuruh lepas, saya ga mau tapi dipaksa, saya berontak tapi saya ga kuat akhirnya saya diperkosa oleh bos saya sendiri”. Dapat disimpulkan, pengakuan Pelapor berubah-ubah.

Pada hari Minggu tanggal 26 Juni 2019 sekitar jam 19.23 Wib, Pelapor Live di facebooknya sambil menyebut, “Reno o, ngopi dengan koncoku,”.

Menurut Rahman, dari keterangan olah TKP versi Pelapor diatas maka dapat disimpulkan tidak terjadi kekerasan terhadap Pelapor. Kalau Pelapor diperkosa tentu akan teriak-teriak. Sementara, Pengakuan Pelapor sempat membeli pil KB, membeli dan makan nasi bungkus di ruang tamu dan besoknya hari Senin Pelapor masih datang kerja.

“Jadi saya berharap kepada Kuasa Hukum Terlapor jangan mengiring kasus ini menjadi perkara pemerkosaan,” harap Rahman.

“Perkara ini masih dalam penyidikan, kok seluruh media massa santer memberitakan perkara ini dengan judul sangat tendisius, seolah-olah Terlapor divonis bersalah melakukan pemerkosaan. Tolonglah, kita mengedepankan prinsif parduga tidak bersalah. Kasihan isteri, anak-anak dan keluarga Terlapor. Kita ini juga punya keluarga,” tambahnya.

Ditempat yang sama, PS hanya berpesan
kepada penasehat hukum Terlapor agar bekerja secara profesional dengan mengedepankan kode etik Advokat.

“Sebagai Advokat Senior berilah pelajaran penanganan perkara yang beretika. Tidak mengeluarkan kementar-komentar di media massa yang bisa mempengaruhi kinerja Penyidik. Kalau saya terbukti memperkosa, saya bersedia dipenjara. Tapi jangan karena dendam saya dipaksa bersalah,” imbuh PS.
PS meminta kepada Kuasa Hukum Pelapor yang juga Ketua KAI/IPHI agar menghormati dan menjunjung tinggi Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. Yang mana pasal 6 menyebut, Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan ayat 2 menerangkan,

“Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya” dan ayat 3 menerangkan : “Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan’;

“Saya sepakat dengan Advokat Rahman, demi Hak Azasi Manusia kedepankan azas parduga tidak bersalah,” harap PS.

PS juga berharap, Penyidik PPA Polrestabes Surabaya tidak terpengaruh oleh tekanan media massa yang sengaja dikemas kuasa hukum Pelapor. “Demi rasa keadilan apabila Penyidik tidak menemukan unsur dari pemerkosaan agar segera di SP3,” tandasnya.