Laporan Redaksi: Beduar Sitinjak, SH
SURABAYA, {DETEKTIFNEWS.com}-Kasus yang tidak layak di limpahkan ke pengadilan negeri Surabaya mulai dari penyidik Polda Jatim sampai diterima P21 oleh Kejati Jatim yang sangkakan kepada Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kongres Advokat Indonesia (KAI) Surabaya Ir Eduard Rudy Suharto SH, MH terkesan dipaksakan. Sejak semula kasusu ini sudah dibantah melalui kuasa hukum Tgan, SH bawhwa kasus yang diperkarakan adalah prrdata. Untuk perkara ini hakim dan ironisnya bahwa perkara Rudy dinyatakan lepas dari tuntutan hukum (onslag van recht vervolging) atas perkara dugaan penipuan dan penggelapan yang dilaporkan masalah utang-piutang.
Kasus utang-piutang sejak semula sudah memiliki etika baik yang telah membayar sebagian terhadap pelapor sebagai tanda wanprestasi dalam hukum ekonomi. Namun perkara perdata itu terungkap pada sidang agenda pembacaan vonis yang digelar di ruang Sari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (15/1/2019).
“Hakim yang di ketuai Maxi Sigarlaki mebacakan amar putusan bahwa, terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum, kendati telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.
Dalam pertimbangan majelis hakim, antara lain disebabkan adanya perdamaian antara Eduard Rudy selaku terdakwa dengan Dian Sanjaya sebagai korban pelapor. Dan jauh sebelumnya jika Rudy sudah membayar uatangnya sebagian dari dugaan kasus lelang.
Dalam fakta persidangan, bahwa Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU Nurahman dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim sebelumnya. Jaksa menuntut Eduard dengan hukuman 5 bulan penjara. Atas vonis ini, jaksa masih menyatakan pikir-pikir guna mengambil langkah hukum.
Usai persidangan kepada Wartawan Eduard Rudy mengatakan, saya beryukurnya, bahwa ia mendapatkan keadilan dalam kasus yang menimpanya. “Apreasiasi tinggi saya sampaikan kepada majelis hakim, dalam putusan hakim yang dapat secara jeli melihat hingga memutuskan secara adil perkara ini.
Ditanya langkah yang bakal diambil, Eduard Rudy mengaku belum mempersiapkan hal itu.
“Saya menunggu petikan putusan dulu, sambil berkordinasi dengan organisasi. Pasalnya, pimpinan saya di KAI maupun IPHI sempat menyampaikan agar memaafkan dan mengambil hikmah atas kasus ini serta dijadikan bahan evaluasi kita,” jelas Rudy.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) KAI Jatim
H Abdul Malik SH, MH mengaku, pihaknya sudah mendengar vonis yang dijatuhkan ke anggotanya tersebut. persidangan juga terungkap bahwa korban mengakui sudah ada perdamaian dalam kasus ini sebelumnya.
Malik juga menceritakan, jauh hari sebelumnya Eduard sempat meminta perlindungan hukum ke organisasi atas proses hukum yang menimpanya. Semua data yang diserahkan Eduard ke pihaknya, akhirnya dipelajari dan valid.
“Sejak awal kita berpendapat bahwa ini bukan perkara pidana. Selanjutnya kita membentuk tim pemantau untuk mengikuti jalannya persidangan. Dan mekanisme itu tidak diketahui Eduard Rudy.
Sementara Tofan, SH, MH yang ditunjuk sebagai pendampingi kuasa hukum menyatakan, perkara ini sebenarnya terkesan dipaksakan menjadi pidana sampai kepersidangan. Karena perkara itu ada diduga pesanan oknum, yang terindikasi Eduard Rudy Suharto dituding melakukan penggelapan uang yang seharusnya digunakan untuk membeli rumah. Sebagai pelapor adalah Dian Sanjaya, pengusaha yang menyerahkan uang ke Eduard Rudi senilai Rp3,9 miliar untuk mengikuti lelang rumah di Pakuwon.
Sampai batas waktu yang ditentukan, ternyata rumah tidak berhasil terbeli. Proses mediasi dan perdamaian dilakukan sampai Eduard Rudy berkewajiban mengembalikan Rp3,59 miliar. “ maka dari itu hakim memutus bebas onslag sudah pas suatu keputusan baik”, tegas Tofan.