Laporan Redaksi: Beduar Sitinjak, SH
SURABAYA, {DETEKTIFNews.com}-Kasus persidangan penipuan kongsi pembangunan dan pengelolaan pasar turi yang menjerat Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) Henry Jocosity Gunawan kembali berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (15/2).
Hakim Anne Rusiana yang memimpin diruang sidang candra ini beragendakan dua pemeriksaan saksi BAP dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dan Harwaedi. Dua saksi tersebut adalah Totok Lusida dan Paulus Weily Affandi alias Weifan.
Totok Lusida mendapat giliran pertama untuk didengarkan kesaksiannya sebagai anggota Gala Megah Investment Joint Opertation (GMI- JO), perusahaan pemenang tender pembangunan dan pengelolaan pasar turi.
Dalam kesaksiannya, terdakwa Henry disebut telah menyimpang dari aturan kesepakatan yang dibuat dengan Pemkot Surabaya terkait kerjasama pembangunan dan pengelolaan pasar turi dengan perusahaan joint operation tersebut.
Menurut Totok, terdakwa Henry saat itu menyingkirkan semua peserta JO, termasuk saksi Totok, yang bertujuan untuk menguasai semua hasil penjualan stand atau kios yang telah tercatat sebesar Rp 1,7 triliun dengan mengalihkan rekening penjualan stand ke rekening GBP.
“Henry berjalan diluar aturan, serta tidak pernah ada laporan ke para anggota JO, termasuk hasil penjualan stand,” terang Totok Lusida saat bersaksi.
Dijelaskan Totok, saat memenangkan tender pembangunan dan pengelolaan pasar turi ini, Henry masuk dalam JO dengan mengatakan, akan menjamin semua biaya pembangunan nya. Namun akhirnya totok mengetahui Henry tidak mempunyai cukup dana, sehingga ia mencari investor untuk membantu proyek tersebut. Namun, ditengah perjalanannya ada masalah dengan para investor dari PT Graha Nandi Samporna (GNS) yang juga sebagai pelapor dalam perkara ini.
“Saat terjadi masalah itu, ada upaya mediasi dengan anggota JO dan para investor lainnya melalui Weifan dan La Nyalla,” jelas Totok.
Dalam mediasi tersebut, lanjut Totok, akhirnya menghasilkan kesepakatan antara terdakwa Henry dengan para investor yakni Teguh Kinarto, Sindo Sumidomo alias Asoei dan Widjojono Nurhadi.
“Tapi saya tidak tau apa isi kesepakatan antara terdakwa dengan investor,”sambung Totok diakhir persidangan yang keterangannya ditolak oleh terdakwa Henry.
Sementara saksi Paulus Weily Affandi alias Weifan membenarkan telah menjadi mediator saat terjadi perselisihan tersebut.
“Iya saya yang memediasi bersama pak Nyala” terang pengusaha yang akrab dipanggil Weifan.
Dalam mediasi tersebut, lanjut Weifan, para pihak telah membuat notulen kesepakatan yang telah ditanda tangani para pihak yakni Henry, Teguh Kinarto, Widji serta dirinya dan Nyala. “Notulen kesepakatan itu tidak langsung saya bawa, baru diserahkan ke saya tahun 2014. Notulen kesepakatan ini yang saya bawa dan saya tunjukkan kepada majelis Hakim,” ujar Weifan.
Namun keterangan Weifan sempat mendapat sanggahan dari terdakwa Henry maupun tim pembelanya. Adanya perbedaan tambahan kalimat dalam notulen perdamian itu menjadi pemicu debat kusir. Perbedaan itu terkait adanya tambahan kalimat yang tidak pernah ada didalam notulen yang ditanda tangani para pihak.
Tulisan tangan yg dipersoalkan adalah mengenai permintaan Henry untuk tidak mencairkan dulu giro yg diserahkan ke Teguh Kinarto sebelum dibuatkan dulu akte nya. Dimana menurut Weifan tulisan itu tidak tercantum di notulen kesepakatan tersebut.
Debat mengenai keaslian notulen kesepakatan yang dipegang Weifan pun terus terjadi. Mengingat pihak terdakwa bersikukuh bahwa notulen asli sudah ada isi tulisan tersebut.
“Seingat saya tidak ada tambahan tulisan yang dibawah itu selain tulisan yg ditulis tangan oleh Henry,” ujar Weifan.
Selain itu terkait permintaan terdakwa Henry yang meminta saksi Weifan untuk menyampaikan ke Teguh Kinarto agar tidak mencairkan dahulu bilyet giro sebagai kompensasi PT GNS dikeluarkan dari PT GBP tidak dibantah saksi Weifan.
Permintaan penundaan pencairan beberapa BG tersebut diminta Henry karena tidak ada dana dalam rekeningnya.
“Permintaanmu sudah saya sampaikan,”
ujar Weifan menjawab pertanyaan terdakwa Henry.
Diakhir kesaksian Weifan, Yusril selaku ketua tim pembela terdakwa Henry meminta majelis hakim untuk menghadirkan saksi penyidik ke persidangan untuk memperjelas mengenai alat bukti pemeriksaan.
“Mohon saksi penyidik dihadirkan demi keadilan,”pinta Yusri pada majelis hakim.
Sementara diakhir persidangan, Yusril menanyakan tentang permohonan pengalihan tahanan kliennya dari tahanan negara menjadi tahanan kota. Namun permohonan itu belum dikabulkan oleh majelis hakim pemeriksa perkara ini.
“Kami belum selesai mempelajari permohonan saudara,”ucap Hakim Anggota Dwi Purwadi yang disambut ketukan palu hakim Anne Rusiana sebagai tanda berakhirnya persidangan.
Untuk diketahui, Henry dilaporkan oleh tiga pengusaha asal surabaya, mereka adalah Shindo Sumidomo alias Asoei, Teguh Kinarto dan Widjojono Nurhadi atas dugaan penipuan dan penggelapan senilai 240 miliar.
Dalam perkara ini, terdakwa Henry telah didakwa melanggar pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan dan 372 KUH Pidana tentang penggelapan.
Kasus tipu kongsi ini merupakan pidana ketiga yang dilakukan Henry. Kasus pertama, Henry terlibat penipuan jual beli tanah di Celaket Malang dan dihukum oleh Hakim PN Surabaya dengan vonis 8 bukan dengan massa percoaan 1 tahun.
Tapi vonis kasus ini ditambah oleh Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya saat Henry melakukan banding. Hukuman Bos PT GBP ini diperberat menjadi 2 tahun penjara.
Sedangkan diperkara pidana kedua, Henry Divonis 2 tahun 6 bulan penjara karena dianggap bersalah melakukan penipuan dan penggelapan.