Fredrich dan Tiga Orang Lainnya Dicegah KPK ke Luar Negeri Terkait Pemeriksaan Setnov Dugaan Korupsi e-KTP

JAKARTA, {DETEKTIFNews}-Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi dan tiga orang lainnya, dicegah berpergian ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada Pers mengatakan, pencegahan ini terkait proses penyelidikan dugaan tindak pidana mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dengan tersangka Setya Novanto.

“KPK mengirimkan surat kepada pihak Imigrasi Kemenkumham tentang pencegahan terhadap empat orang,” ujar Febri di Gedung KPK Jakarta, Selasa (9/1/2018).

Tiga orang lainnya yang ikut dicegah ke luar negeri adalah Reza Pahlevi, M Hilman Mattauch, dan Achmad Rudyansyah.

Pencegahan dilakukan selama enam bulan ke depan, terhitung sejak 8 Desember 2017.

Kata Febri, pencegahan ini dilakukan karena KPK merasa keterangan keempat orang tersebut masih sangat dibutuhkan dalam perkara yang sedang diselidiki.

Febri mengingatkan, seluruh pihak agar tidak menghambat proses persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto.

“Bahwa pihak yang menghambat penanganan perkara yang sedang berjalan dapat dikenai ancaman Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) atau obstruction of justice, tegas Febri.

“Pada pihak lain, KPK mengingatkan agar tidak berupaya menghambat penanganan perkara yang sedang berjalan. Terdapat risiko hukum yang cukup berat seperti diatur di Pasal 21 UU Tipikor atau obstruction of justice,” ujar Febri.

Pasal 21 UU Tipikor menyatakan, bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta. {B. Sitinjak}